Penampakan dan Realitas dalam Kehidupan Putra Maryam

‘Isa (Yesus) ‘alaihissalam dalam Al-Qur’an’ adalah seseorang yang dalam kelahiran, kehidupan, dan kepergiannya dari dunia ini, ‘penampakan’ dan ‘realitas’ secara konstan dan menakjubkan berbeda antara satu dengan yang lain. Nabi Muhammad (shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semua nabi lainnya) menggambarkan kembalinya beliau pada akhirnya sebagai seseorang yang ‘penampakan’ dan ‘realitasnya’ juga akan berbeda secara menakjubkan.

Dan karena kedatangannya kembali akan menandai akhir dari sejarah, implikasinya adalah bahwa hanya mereka yang memiliki wawasan spiritual yang dapat menembus ‘realitas’ dunia saat ini, perbudakan politik dan ekonomi yang melanda, globalisasi, dan sebagainya, – karena kita sekarang mendekati akhir yang dramatis itu.

Peristiwa kelahirannya ‘tampaknya’ melibatkan kesalahan dari Bunda Maryam, dan mereka yang mendasarkan penilaian hanya pada pengamatan eksternal (yaitu, epistemologi barat modern) begitu yakin, dan karenanya memfitnahnya. Orang yang buta secara internal selalu salah menilai orang. ‘Kenyataannya’ adalah bahwa seorang perawan yang tak berdosa secara menakjubkan telah melahirkan seorang bayi laki-laki. Wawasan spiritual intuitif internal (yaitu, melihat dengan mata batin) seharusnya mendorong orang-orang untuk menyelidiki lebih dalam tentang masalah ini sebelum terburu-buru menghakimi.

Mereka seharusnya berhenti sejenak untuk bertanya pada diri sendiri: mengapa seorang gadis Yahudi yang paling terkenal, saleh, dan belum menikah di negeri itu kembali ke bangsanya dengan bayi laki-laki di pelukannya setelah dia berhasil menyembunyikan kehamilan dan persalinannya dari bangsanya? Dan mengapa ia tidak berbicara untuk menjelaskan, atau membela diri, ketika ditanyai tentang masalah ini? Itu adalah perilaku yang tidak normal!

Isa (Yesus) ‘alaihissalam, bayi yang baru lahir, dan berbicara dalam pelukan Ibunya, dimana mukjizat-mukjizat ini akan terus berlanjut di kemudian hari: “Sesungguhnya aku datang kepadamu,” kata Isa, “dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku ciptakan bagimu dari tanah liat seperti bentuk seekor burung, lalu aku meniupnya, maka jadilah ia seekor burung dengan seizin Allah, dan aku menyembuhkan orang-orang yang buta sejak lahir dan orang-orang yang berpenyakit kusta, dan aku menghidupkan orang-orang mati dengan seizin Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang beriman.”

Semua ini ‘tampak’ bagi musuh-musuhnya sebagai sihir. ‘Kenyataannya’, seperti yang digambarkan oleh Al-Qur’an, adalah bahwa Allah Yang Maha Tinggi telah memperkuat Isa (Yesus) dengan Roh Kudus/ Malaikat Jibril, dan melalui campur tangan Roh kuduslah mukjizat-mukjizat itu terjadi.

Pada akhirnya, Al-Qur’an menggambarkan adegan penyaliban di mana orang-orang menjadi yakin karena mereka melihat isa (Yesus) disalib di depan mata mereka sendiri. Musuh-musuhnya kemudian menyombongkan diri, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Utusan Allah.” Ada sarkasme dalam klaim sombong dari pernyataan tersebut karena mereka telah menolak klaim Isa (Yesus) sebagai Mesias dan seorang Nabi. Namun Al-Qur’an melanjutkan dengan menggambarkan sebuah ‘kenyataan’ yang sangat berbeda dari apa yang ‘tampak’ bagi mereka.

Al-Qur’an menyatakan “mereka tidak membunuhnya”, “mereka tidak menyalibnya”, “Allah ‘mengambilnya'”, Allah ‘membuatnya tampak’ telah meninggal, dan akhirnya, “Allah mengangkatnya kepada-Nya”.

Kebanyakan cendekiawan Muslim saat ini menafsirkan peristiwa di atas sebagai peristiwa di mana Allah menggantikan Isa Al-Masih dengan orang lain dan kemudian orang lain itulah yang disalibkan. Saya memiliki pendapat yang berbeda, dan menafsirkan ayat-ayat tersebut sebagai berikut: Allah mengambil jiwanya, dan ketika jasadnya diturunkan, dipersiapkan untuk dikuburkan, dan kemudian disegel di dalam gua, Allah mengembalikan jiwa tersebut ke dalam jasadnya dan kemudian mengangkatnya kepada diri-Nya. Oleh karena itu, ia tidak pernah mengalami kematian yang disebut Al-Qur’an sebagai maut (yaitu, ketika ruh diambil dan tidak dikembalikan).

Dan karena Al-Qur’an menyatakan bahwa setiap jiwa akan merasakan maut (kematian), maka implikasinya adalah bahwa suatu hari nanti Nabi Isa (Yesus) ‘alaihissalam akan kembali dan mengalami kematian seperti yang lainnya.

Kami telah membahas ‘penampakan’ dan ‘kenyataan’ dalam kembalinya Isa (Yesus) ‘alaihissalam yang dramatis dalam buku kami yang berjudul “Al Masih, Al Qur’an dan Akhir Zaman.”

 

Imran N. Hosein. 2005

Editorial dan Terjemahan oleh Awaluddin Pappaseng Ribittara

Recommended Posts