Budak Wanita Lahirkan Anak Majikannya

Salah satu tanda akhir menjelang hari kiamat tiba yang disampaikan oleh Rasulullah SAW ketika menjawab pertanyaan dari Malaikat Jibril a.s. adalah “budak wanita melahirkan (anak) majikan (perempuan)-nya”. Berbagai penafsiran dan pena’wilan tentang Hadits ini telah menghiasi ruang keilmuan dari zaman ke zaman hingga saat ini.

Dalam Hadits yang dikenal dengan “Hadits Jibril” yang menjadi momentum akhir jelang kepergian Rasullullah SAW dari dunia fana ini, Rasulullah SAW menyebutkan salah satu tanda akhir dari dua tanda dengan bersabda, “Aku kabarkan kepadamu tentang tanda-tandanya, (yaitu) jika seorang budak wanita melahirkan (anak) majikan (perempuan)-nya.” (HR. Muslim).

Ada yang berpendapat bahwa tanda tersebut merupakan fenomena semakin maraknya praktik perzinahan di tengah masyarakat Arab sebagai “bangsa majikan” terhadap perempuan yang bekerja sebagai asisten rumah tangga yang berasal dari negara-negara miskin. Fenomena ini dapat kita saksikan sejak kemunculan era “Kejayaan Petro Dollar” sebagai hasil dari eksplorasi minyak dan perdagangan internasional di kawasan Arab (Timur Tengah).

Pendapat lainnya adalah fenomena semakin maraknya tindak kekerasan dan sikap amoral (ngelunjak) dari anak-anak di zaman modern, mulai dari perkotaan hingga pelosok pedesaan terhadap ibu-ibu kandung mereka. Sehingga telah hilang rasa hormat dan adab sopan santun dari seorang anak terhadap ibunya. Bahkan seorang anak berani memerintah ibunya seperti perlakuan terhadap pembantunya. Na’udzubillah.

Dan pendapat terakhir yang menurut penulis lebih mendekati adalah pena’wilan dari Maulana Syeikh Imran Hosein. Beliau berpendapat bahwa fenomena ini lebih dekat maknanya dengan fenomena yang saat ini dikenal dengan nama “Surrogate Mother” (ibu pengganti atau praktek sewa rahim). Praktek “Surrogate Mother” mengindikasikan keterkaitan beberapa hal secara makro dan kompleks yang berdampak besar dan luas yang sedang terjadi saat ini.

Mulai dari adanya perbudakan modern melalui sistem moneter (mata uang kertas yang berbeda di setiap negara, dengan dominasi dollar dan “inferioritas” mata uang negara lainnya), sistem perbankan (sistem riba yang secara makro dan mikro, menyedot harta kekayaan kaum lemah dan menjadi alat penindasan), dan sistem ekonomi yang berlaku secara umum saat ini.

Bisa kita saksikan saat ini, negara-negara maju memiliki nilai mata uang yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang dan negara-negara lemah lainnya. Selama puluhan tahun sejak tahun 1970an, dollar mendominasi nilai mata uang dunia. Dan ini adalah bentuk perbudakan, penindasan, dan penjajahan gaya baru dari negara-negara superior terhadap negara-negara inferior. Harusnya nilai (mata) uang di seluruh dunia sama dan sejajar!

Selain itu, juga berkaitan dengan teknologi di bidang kedokteran yang semakin keluar dari fitrah, di mana praktek “sewa-menyewa rahim” bisa dilakukan. Menurut beberapa sumber, biaya sewa di negara-negara maju seperti di Amerika dan Eropa menembus angka milyaran rupiah (Rp 1,5 – 2,5 milyar) untuk seorang wanita yang mengandung janin majikannya selama 9 bulan, termasuk paket dokternya.

Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk mencari seorang wanita penggati di daerah Asia dan Afrika yang bisa lebih murah biaya sewanya. Untuk wanita-wanita Asia dan Afrika bisa hanya di kisaran puluhan juta saja (Rp 20-40 juta) biaya sewanya. Ini mengindikasikan adanya “perbudakan modern” bukan hanya secara mikro (perorangan), tapi juga perbudakan secara makro (antar negara di mana negara maju memperbudak negara lemah).

Surrogate Mother” atau “ibu pengganti” adalah metode di mana wanita lain meminjamkan rahim untuk membantu pasangan suami istri mendapatkan keturunan. Praktik seperti ini telah banyak dilakukan di negara-negara Barat terutama di kalangan selebritas dan kalangan atas. Di beberapa negara “maju” seperti Amerika Serikat, Inggris, Denmark, Belgia, Jerman, Perancis, Finlandia, Norwegia, Austria, Israel, Australia, Jepang, dan Singapura, praktik Surrogate Mother telah dilegalkan oleh pemerintah setempat.

Di negara-negara tersebut, disediakan fasilitas dan pelayanan untuk pelaksanaan Surrogate Mother, seperti layanan kesehatan dan prosedur administratif. Sementara di negara-negara lainnya, seperti di kawasan Afrika dan Asia termasuk di Indonesia, tidak memberikan ijin untuk melakukan praktik Surrogate Mother karena terindikasi menyalahi kodrat dan fitrah manusia, sehingga meskipun ada biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Jika praktik Surrogate Mother ini semakin marak, maka tentunya akan sangat berdampak pada perubahan dan kerusakan moral, etis, sosial, hukum, ekonomi, psikologis, dan syariat agama. Saatnya bagi orang-orang yang hidup di akhir zaman saat ini untuk lebih memperkuat simpul-simpul iman, karena tantangan demi tantangan yang berupa fitnah (ujian) akan semakin berat.

Selain itu juga harus berupaya memperkuat basis ekonomi keluarga, karena salah satu pintu pembuka menuju praktik Surrogate Mother adalah melalui ekonomi. Jika kondisi ekonomi keluarga lemah, maka tekanan-tekanan dari luar semisal godaan mendapatkan uang banyak dari jasa Surrogate Mother akan lebih mudah masuk.

 

Wallahu a’lam bishshowab.

Agus Santoso, Pemerhati Eskatologi Islam

Recommended Posts