Esai ini adalah bagian pertama dari seri “Jejak Kaki Dajjal dalam Waktu.” Oleh Maulana Imran Nazar Hosein, pelopor ilmu eskatologi Islam (ilmu akhir zaman).
Di bawah ini ada dua hadits Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alayhi wasallam yang menubuahkan tentang waktu di akhir zaman, yaitu:
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Tidaklah akhir zaman itu berlaku melainkan seperti waktu berlalu dengan begitu cepat, sehingga setahun ibarat satu bulan, satu bulan ibarat satu minggu, dan satu minggu ibarat satu hari, dan satu hari ibarat satu jam, dan satu jam ibarat menyalakan api.”
Status hadis: Sahih (Darussalam)
Referensi : Jami` at-Tirmidzi 2332
Referensi dalam buku : Buku 36, Hadis 29
Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jam terakhir (akhir zaman) tidak akan datang sebelum waktu berlalu menjadi sangat singkat, dimana satu tahun bagaikan satu bulan, satu bulan bagaikan satu minggu, satu minggu bagaikan satu hari, satu hari bagaikan satu jam, dan satu jam bagaikan mementik api.”
Tirmidzi meriwayatkannya.
Referensi: Mishkat al-Masabih 5448
Referensi dalam buku : Buku 27, Hadis 69
Fitrah waktu yang sebenarnya dalam Islam adalah terkait dengan Bulan, yakni siklus peredaran bulan mengelilingi bumi. Dimana dalam peredarannya akan selalu statis, tidak akan pernah berubah sama sekali, tidak akan pernah lebih cepat apalagi melambat.
Fitrah waktu yang sebenarnya dalam Islam juga terkait dengan proses pergantian malam dan siang hari. Dimana siklus pergantian malam dan siang di masing-masing wilayah di bumi ini akan selalu statis, tidak akan pernah berubah sama sekali, tidak akan pernah lebih cepat apalagi melambat.
Tidak akan ada perubahan sama sekali dalam fitrah penciptaan Allah Subhanahu Wa ta’ala.
لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ
“…Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah…”
Al-Qur’an Surah Ar-Rum Ayat 30
Dengan demikian, fitrah waktu pun tidak akan pernah berubah sama sekali. Baik itu menjadi lebih cepat atau melambat. Maka yang dimaksud oleh Nubuah Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam adalah tentang sebuah kondisi umat manusia di akhir zaman yang akan mengalami sebuah fenomena dimana kalbu mereka akan merasakan waktu yang berlalu sangat cepat, sedemikian rupa setahun serasa sebulan, sebulan serasa seminggu, seminggu serasa sehari, sehari serasa sejam, dan sejam serasa bagaikan menyalakan korek api.
Ketika kalbu ini, mengalami hal tersebut, yakni merasakan waktu yang berlalu dengan sangat cepat, ini menandakan bahwa kalbu ini tidak lagi bergerak seirama dan selaras (harmonis) dengan fitrah sistem waktu yang suci ciptaan Allah. Sedangkan burung-burung yang berterbangan di langit, serangga-serangga yang menari di taman, ayam-ayam jago yang berkokok dengan kejantanannya, berbagai jenis ikan dan hewan air lainnya, hewan-hewan liar (buas) di hutan belantara dan seluruh makhluk hidup ciptaan Allah lainnya, mereka semua hingga detik ini pun masih tetap dan akan seterusnya demikian, untuk hidup selaras (harmonis) dengan fitrah dari sistem waktu yang suci. Jadi ketika kalbu kita telah tidak lagi harmonis dengan fitrah dari sistem waktu yang suci ini, maka ada yang salah besar dengan kalbu kita.
Dajjal-lah aktor utama dari fenomena kalbu umat manusia modern yang semakin melenceng dan menjauh dari keselarasannya dengan fitrah sistem waktu yang suci.
Apa dampak dan konsekuensinya?
Ketika kalbu tidak lagi berjalan selaras (harmonis) dengan fitrah sistem waktu yang suci maka Cahaya (Nur) dari Allah, tidak lagi dapat menembus relung kalbu kita, sedemikian rupa kegelapan demi kegelapan akan terus menyelimuti ruang kalbu kita. Dimana pada akhirnya, Allah pun memberikan perumpamaan dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌۭ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌۭ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌۭ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَـٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْغَـٰفِلُونَ ١٧٩
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan neraka Jahanam itu untuk kebanyakan dari golongan jin dan manusia. Mereka mempunyai kalbu, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami, mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak (*), bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang bodoh.”
Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 179
(*) Rujukannya adalah ketidakmampuan mereka (yakni, melakukan penolakan demi penolakan) untuk berpikir kritis, kontemplasi dan bertafakkur agar dapat menemukan pemahamannya sendiri, lalu terus menerus mengekor atau menjadi pengikut secara membabi buta (sebagaimana yang sudah menjadi kebiasaan mereka). [Tambahan: Inilah definisi dari Paralisis/ Kelumpuhan Intelektual]
Ya, inilah konsekuensi buruk yang akan terjadi bagi kalbu manusia yang tidak lagi berjalan selaras (harmonis) dengan fitrah sistem waktu yang suci. Manusia akan menjadi makhluk yang bertingkah layaknya binatang ternak. Menjadi bodoh sehingga tidak lagi bisa memahami apa yang sebenarnya atau realitas dari berbagai peristiwa baik yang sedang terjadi atau yang telah terjadi dan terekam dalam sejarah di kehidupan dunianya, dan menjadi bodoh sehingga tidak lagi mampu untuk memahami kebenaran mutlak (absolut) yang telah dijelaskan dengan gamblang oleh Allah Azza wa Jalla.
Hampir seluruh umat manusia terutama umat muslim di dunia saat ini, telah mengalami apa yang disebut merasakan waktu yang berlalu dengan sangat capat. Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa Dajjal telah sukses dan berhasil dalam menggiring umat manusia ke dalam jurang kehancuran yang nyata lagi kekal. Inilah mengapa begitu sulit menemukan seorang muslim yang memiliki kemampuan untuk melihat dengan matanya, untuk mendengar dengan telinganya, dan untuk memahami dengan kalbunya, dimana pada akhirnya, perilaku binantang ternak pun menjadi bagian dari sikap dan karakternya sehari-hari.
Sebagai contoh, ketika WHO memerintahkan seluruh manusia untuk menjaga jarak antara satu sama lain di ruang publik termasuk di masjid (dalam hal ini ibadah shalat berjamaah) demi menekan penyebaran covid, maka hampir seluruh masjid di dunia ini mengikuti arahan WHO, sedangkan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alayhi wasallam memerintahkan umatnya untuk merapatkan saf dalam shalat berjamaah, karena ketika ada jarak walau sedikit saja, maka setanlah yang akan mengisi jarak tersebut. Namun apa yang dilakukan oleh mayoritas umatnya saat ini? Mematuhi WHO melebihi dari Rasulnya sendiri. Sehingga jadilah mereka sebagai umat binatang ternak dari WHO. Dan seandainya ketika hal yang sama kembali lagi, dalam hal ini covid, maka tentu mereka akan melakukannya lagi, lagi dan lagi, yakni menjaga jarak sejauh 3 kaki dalam shalat berjamaahnya di dalam masjid.
Bagaimana diri ini mampu untuk meyembuhkan penyakit kalbu, sehingga kita tidak lagi merasakan pergerakan waktu yang semakin lama semakin cepat berlalu? Tentunya adalah dengan mengenali dan memahami letak akar rumput (grass root) dari permasalahannya terlebih dahulu.
Satu Tahun dalam Sistem Waktu yang Suci
Dalam Al-Quran Surah At-Tawbah ayat 36, Allah berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًۭا فِى كِتَـٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌۭ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Empat di antaranya adalah (bulan) yang suci, itulah (ketetapan) agama yang lurus.”
Jumlah bulan dalam satu tahun menurut Allah adalah 12 bulan, maka ketika periode 12 bulan tersebut telah selesai maka periode bulan dalam satu tahun tersebut kembali ke bulan pertama yakni bulan Muharram. Namun perlu diingat, bahwa waktu bulan yang dimaksud di sini adalah berbasis pada siklus peredaran bulan mengeliling bumi yang kita kenal dengan istilah fase bulan sabit baru atau hilal pada hari pertama (awal bulan) yang mudah terlihat oleh kasat mata pada saat senja telah menyapa di ufuk barat, bulan purnama pada hari ke-15, dan bulan sabit tua pada hari ke-27 yang terlihat di saat fajar menyingsing di ufuk timur. Dan adalah sunnah dalam Islam untuk mengukur waktu bulan ini dengan menggunakan kasat mata.
Siklus dari fitrah peredaran bulan mengeliling bumi adalah 30 hari namun terkadang juga 29 hari. Untuk dapat menentukan waktu satu bulan tersebut, maka di hari ke 29 pada saat magrib (senja) kita melakukan apa yang dinamakan rukyat hilal (pengamatan hilal). Jika hilal (bulan sabit awal) terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut adalah 29 hari, dan hari (tanggal) selanjutnya adalah bermula kembali ke hari pertama (tanggal 1). Namun jika hilal tidak terlihat pada magrib di hari ke-29, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari. Inilah fitrah dari sistem waktu menentukan bulan yang suci dari Allah Azza wa Jalla.
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِىَ مَوَٰقِيتُ لِلنَّاسِ وَٱلْحَج
“Mereka bertanya kepadamu, wahai Muhammad, tentang hilal (bulan sabit awal). Katakanlah, “(Hilal) itu adalah pedoman penentuan waktu bagi manusia dan untuk melakukan ibadah haji.”
Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 189
Bagaimana menentukan hilal? Apakah dengan perhitungan manual? Dan atau melalui teknologi yang semakin berkembang di era manusia modern saat ini?
Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘alayhi wassallam bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلاَثِينَ
“Berpuasalah kamu sekalian jika kamu melihatnya (hilal) dan berhentilah kamu sekalian jika kamu melihatnya (hilal Syawal), tetapi jika (hilal) itu tidak tampak bagimu (karena terhalang oleh awan), maka hitunglah (bilangan bulan) menjadi tiga puluh hari.”
Referensi: Sahih Muslim 1081d
Rujukan dalam buku: Buku 13, Hadis 23
Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah ﷺ bersabda:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَلاَّمٍ الْجُمَحِيُّ، حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ، - يَعْنِي ابْنَ مُسْلِمٍ - عَنْ مُحَمَّدٍ، - وَهُوَ ابْنُ زِيَادٍ - عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، - رضى الله عنه - أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ " صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعَدَدَ "
“Berpuasalah karena melihat hilal dan berhentilah (berpuasa) ketika melihat hilal (selanjutnya), tetapi jika langit berawan maka sempurnakanlah bilangannya (menjadi tiga puluh hari).”
Rujukan: Sahih Muslim 1081b
Rujukan dalam buku: Buku 13, Hadis 21
Dari kedua hadits Rasulullah ﷺ di atas, sudah sangat jelas bagaimana metode dalam menentukan hilal (bulan sabit awal), yakni dengan melihatnya dengan kasat mata kita. Dan ini adalah sunnah. Apakah perlu diperdebatkan lagi?
Mereka yang mencari alasan-alasan dan berbagai pembenaran-pembenaran melalui metode-metode lainnya dalam menentukan hilal, semua ini adalah bagian dari kekufuran manusia terhadap fitrah dari sistem waktu yang suci. Sehingga, pada akhirnya ibadah puasa dan bahkan ibadah haji pun telah sekian lama berada di waktu (hari) yang salah atau tidak tepat, yang menyebabkan ibadah itu pun menjadi tidak sah dan palsu sama sekali karena telah ingkar dari penetapan waktu bulan dari fitrah waktu yang suci. Namun para binatang ternak pun akan tetap menerimanya sebagai kebenaran dan beranggapan bahwa semua baik-baik saja, semua ibadah kita tetap sah dan pasti akan diterima oleh Allah. Kekufuran demi kekufuran yang terus berada dalam kehidupan umat muslim saat ini.
Mengapa semua ini tergolong kufur? Kenapa bisa jadi kekufuran demi kekufuran?
Satu tahun dalam fitrah, adalah sejumlah 12 bulan dari siklus peredaran bulan mengeliling bumi yang telah dijelaskan di atas. Dalam Surah Al-Isra ayat 12, Allah berfirman:
وَجَعَلْنَا ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ ءَايَتَيْنِ ۖ فَمَحَوْنَآ ءَايَةَ ٱلَّيْلِ وَجَعَلْنَآ ءَايَةَ ٱلنَّهَارِ مُبْصِرَةًۭ لِّتَبْتَغُوا۟ فَضْلًۭا مِّن رَّبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا۟ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلْحِسَابَ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍۢ فَصَّلْنَـٰهُ تَفْصِيلًۭا ١٢
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang terang benderang, agar kamu dapat mencari karunia dari Tuhanmu, dan agar kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan (waktu). Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan terperinci.”
Tahun lunar dan bulan lunar-lah yang merupakan metode perhitungan waktu dalam fitrah dari sistem waktu yang suci.
Pelanggaran terhadap bilangan tahun dan bulan berbasis fitrah ini akan mendatangkan dampak dan konsekuensi yang sangat buruk terutama bagi umat Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alayhi wasallam. Karena, ketika kita ingkar terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Allah, maka tentu saja itu adalah termasuk ke dalam perbuatan yang Kufur.
Dalam surah At-Taubah Allah telah menceritakan bagaimana Allah mengecam (melaknat) apa yang telah dilakukan orang-orang Arab terdahulu terhadap sistem fitrah waktu yang suci. Di mana orang-orang Arab pada waktu itu menginginkan agar waktu bulan Ramadhan selalu bertepatan dengan musim panas, maka mereka pun melakukan pengaturan waktu sendiri dengan menambahkan satu bulan ekstra setiap beberapa tahun. Jadi terkadang pada waktu itu, satu tahun bisa terdiri dari 13 bulan dan terkadang 12 bulan. Dan dengan metode inilah, mereka (orang-orang Arab) pada waktu itu dapat menyesuaikan agar bulan Ramadhan selalu jatuh bertepatan dengan musim panas.
إِنَّمَا ٱلنَّسِىٓءُ زِيَادَةٌۭ فِى ٱلْكُفْرِ ۖ
“Sesungguhnya penundaan (pada penetapan waktu bulan yang suci) itu hanyalah akan menambah kekufuran (mereka), dan dengan penundaan itu orang-orang yang kufur tersebut akan semakin tersesat.”
Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 37
Ketika kita telah meninggalkan fitrah dari sistem waktu yang suci dari Allah, di mana satu tahun terdiri dari 12 bulan (lunar) di mana satu bulan (lunar), yakni siklus peredaran bulan mengeliling bumi yang terdiri dari 30 hari dan terkadang 29 hari, kemudian memilih untuk menerima dan menggunakan penetapan waktu tahun dan bulan yang berbasis matahari atau yang kita kenal dengan istilah kalender Gregorian, maka dengan sikap dan tindakan seperti inilah, kita akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang kufur.
Untuk dapat melakukan perubahan terhadap fitrah sistem waktu yang suci dalam penentuan satu tahun yang berbasis lunar (siklus peredaran bulan mengeliling bumi) dengan menggantikannya dengan waktu satu tahun yang berbasis solar (matahari), Dajjal kemudian memotong-motong waktu dalam bilangan waktu berbasis solar (matahari) tersebut, agar setidaknya dapat mendekati atau sesuai dengan bilangan waktu tahun berbasis lunar. Jadi terkadang dalam satu bulan terdiri dari 31 hari, dan ada satu bulan yang terdiri dari 28 hari. Dan ini adalah Kekufuran yang sangat jelas, seterang cahaya matahari di siang bolong. Namun, dengan menyedihkannya mayoritas umat muslim saat ini menerimanya dengan begitu saja layaknya binatang ternak, seolah-olah tiada pengaruhnya sama sekali dalam kehidupan spiritual mereka, dalam kata lain, menyepelekan dan meremehkan fitrah sistem waktu yang suci dari Allah.
Inilah yang menyebabkan Kalbu kita saat ini dipenuhi dengan kegelapan demi kegelapan, kekufuran demi kekufuran, sehingga penyakit Kalbu pun telah menimpa mayoritas dari umat muslim saat ini, sedemikian rupa persepsi diri akan waktu yang berlalu dengan sangat cepat dan terasa semakin cepat akan terus menyelimuti diri kita. Karena kita telah mengkhianati fitrah dari sistem waktu yang suci yang telah ditetapkan oleh Allah, dengan demikian adalah sebuah kepastian bahwa kita telah mengkhianati Allah Azza wa Jalla.
Editorial dan Terjemahan oleh Awaluddin Pappaseng Ribittara