Pandangan Al-Qur’an Tentang Bangsa RUm

Kekaisaran Romawi merupakan Kekaisaran yang terbesar di masanya. Kekaisaran Romawi saat menganut ajaran paganisme (penyembah dewa). Namun pada tahun 380M, Kaisar Theodosius I menetapkan agama Kristen sebagai agama negara dan melarang agama lainnya. Setelah kematian Theodosius I pada tahun 395, kekuasaannya dibagi kepada dua anaknya Arcadius dan Honorius. Arcadius menjadi penguasa Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium), dengan ibukota Konstantinopel, sedangkan Honorius menjadi penguasa Kekaisaran Romawi Barat, dengan ibu kota Milan.

Di saat Kekaisaran Romawi telah terpecah, agama kristen pun mengalami perpecahaan. Romawi Barat menganut agama Kristen Katolik, sedangkan Romawi Timur menganut agama Kristen Ortodoks.

Pada tahun 616, Kekaisaran Romawi Timur, yang dipimpin oleh Kaisar Heraklius, dikalahkan oleh Kekaisaran Persia. Wilayah Mesir, Syam, dan Anatolia telah ditaklukkan. Setelah ditaklukkannya Mesir, Raja Persia mengirim surat kepada Heraklius.

“Khosrau, dewa yang terhebat, dan penguasa bumi, teruntuk Heraklius, budak keji yang bodoh. Mengapa kau masih menolak mematuhi aturan kami, dan menyebut dirimu seorang raja? Apakah belum aku hancurkan Yunani? Kau berkata kalau kau mempercayai tuhanmu. Mengapa dia tidak melepaskan genggamanku di Keyseri, Yerusalem, dan Aleksandria? Dan haruskan aku hancurkan Konstantinopel? Tapi aku akan mengampuni kesalahanmu jika datang kepadaku bersama istri dan anak-anakmu; dan aku akan memberimu tanah, kebun anggur dan zaitun, dan memperlakukanmu dengan ramah. Jangan tipu dirimu dengan harapan kosong dalam Kristus, yang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dari orang-orang Yahudi, yang telah menyalibnya. Bahkan jika kau mengungsi di kedalaman laut, aku akan mengulurkan tanganku dan menolongmu, apakah kau akan tahu atau tidak.”

Kabar kemenangan Persia ini disambut suka cita oleh kaum musyrik Mekkah. Di satu sisi, kaum muslimin harus berduka cita dengan kabar itu. Kemudian turun firman Allah SWT dalam Surat Ar Rum, termasuk golongan surat-surat Makkiyah:

“Alif Laam Miim.”[1]

“Telah dikalahkan bangsa Rumawi,”[2]

“di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang,”[3]

Bangsa Romawi yang terdekat dari Mekkah adalah Syam (Palestina dan Suriah) yang sebelumnya dikuasai oleh Bizantium. Ini adalah suatu mukjizat Al Quran, yaitu memberitakan hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dan juga suatu isyarat bahwa kaum muslimin yang demikian lemahnya di waktu itu akan menang dan dapat menghancurkan kaum musyrikin. Isyarat ini terbukti pertama kali pada perang Badar.

“Dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman.”[4]

Dalam beberapa tahun lagi itu adalah antara 3-9 tahun. Dan benar, Allah Maha Perkasa, Bizantium akhirnya menang pada tahun 622M. Inilah mukjizat Al Qur’an yang telah meramalkan kemenangan Bangsa Romawi 7 tahun kemudian (615-622 M).

‘Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.”[5]

“Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”[6]

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” [7]

(Q.S Ar Ruum, 30 : 1-7)

Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Huraits telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Amru dari Abu Ishaq Al Fazari dari Sufyan Ats Tsauri dari Habib bin Abu Umrah dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta’ala, “Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat.” (Ar Ruum: 1-3)

Ia berkata: GHULIBAT dan GHALABAT. Kaum musyrik senang terhadap kemenangan Persia atas Romawi karena kaum musyrikin dan orang-orang Persia adalah para penyembah berhala, sedangkan kaum muslimin senang atas kemenangan Romawi terhadap Persia karena mereka ahli kitab. Mereka sampaikan hal ini kepada Abu Bakar lalu Abu Bakar memberitahukannya kepada Rasulullah saw, beliau bersabda: “Ingat, sesungguhnya mereka (Persia) akan kalah.” Kemudian Abu Bakar memberitahukannya kepada mereka. Mereka berkata: Tentukan suatu waktu, bila kami menang kami mendapatkan ini dan itu dan bila kalian menang kalian mendapatkan ini dan itu. Abu Bakar menentukan batas waktu lima tahun tapi mereka (Romawi) Tidak juga menang lalu mereka memberitahukan hal itu kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, beliau bersabda: “Apa kau tidak memprediksikan (waktu) nya sebawahnya (kurang dari sepuluh)?” Abu Bakar berkata: Menurutku sepuluh (tahun). Abu Sa’id berkata: Bidl’u adalah bilangan kurang dari sepuluh. Abu Sa’id berkata: Kemudian Romawi menang setelah itu, itulah firman Allah Ta’alaa: “Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi” hingga firmanNya: “Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya.” (Ar Ruum: 1-5) Sufyan berkata: Aku mendengar mereka (Romawi) mengalahkan Persia saat terjadi perang Badar. Abu Isa berkata: Hadits ini hasan shahih gharib, kami hanya mengetahuinya dari hadits Sufyan Ats Tsauri dari Habib bin Abu Umrah. (Sunan Tirmidzi, 3117)

Pada tahun 622/1 Hijriyah, Kaisar Heraklius membalikkan keadaan Byzantium dalam perang tersebut, dia mengalahkan Persia dalam Pertempuran Issus di Anatolia. Muhammad saw memimpin Hijrah umat Islam yang kedua ke Yathrib, menandai awal kalender Islam.

Pada tahun 624/2 Hijriyah. Perang Badar, kemenangan umat Islam atas tentara Mekkah yang “datang” ke Madinah. Jihad adalah “bukan” perang atas nama Agama untuk merebut tanah dan harta benda milik bangsa lain, apalagi memaksa mereka untuk meninggalkan agama mereka. Jihad tidak bisa dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki status sebagai pemimpin negara yang berlandaskan kepada Islam. Muhammad [saw] adalah teladan dan contoh untuk umat Islam, dan Sunnahnya bukan hanya hal-hal yang dikatakannya, namun juga apa yang “dilakukannya”.

Pada tahun 625/3Hijriyah terjadi Perang Uhud, kemenangan Mekah atas tentara Muslim.

Pada tahun 627/5 Hijriyah. Heraklius mengalahkan tentara Persia dalam Pertempuran Niniwe dan kemajuan menuju Ctesiphon, ibukota Persia. Perang Parit [Khandag], Mekah tidak berhasil memberlakukan blokade militer terhadap Madinah.

Pada tahun 628/5 Hijriyah. Khosrau II melarikan diri dari pemberontakan internal dan dibunuh pada bulan Februari, sementara Byzantium merebut kembali Suriah. Penerus Khosrau, Kavadh II mengusulkan perdamaian dengan Byzantium. Juga pada tahun ini, Perjanjian Hudaibiyyah antara Madinah dan Mekah. Jatuhnya Khaybar adalah jatuhnya Mekkah.

Pada tahun 629/6 Hijriyah. Negosiasi damai yang menyimpulkan pada bulan Juni, Persia memiliki Suriah dan Mesir. Ziarah atau Haji Pertama umat Islam untuk Ka’bah.

Pada tahun 630/8 Hijriyah. Heraklius mengunjungi Yerusalem sebagai seorang peziarah, menandai sifat konklusif dari kemenangan Byzantium. Status quo ante dari sebelum invasi Sassanid yang terakhir.

Penaklukan Mekah: kekuatan Muslim di bawah Muhammad [saw] menaklukan Mekkah tanpa menggunakan senjata, kemenangan mutlak umat Islam Madinah yang mengakhiri Perang Mekkah terhadap Medinah. “Perang Mekkah terhadap Madinah”.

Pada tahun 636/14 Hijriyah: Muslim menaklukkan Suriah yang dikuasai Bizantium dan juga Palestina Prima [Baitul Maqdis/Aelia].

Ibnu Ishaq

Ketika Rasulullah saw melihat para sahabatnya menderita, dan meskipun beliau dilindungi oleh klannya Bani Hasyim dan pamannya Abu Thalib dari kekejaman kafir Quraisy, tapi beliau tidak bisa melindungi para sahabatnya yang berpegang teguh pada agama Islam. Melihat umatnya tertindas, maka:

Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang raja yang tak seorangpun yang dizalimi di sisinya, pergilah ke negerinya, hingga Allah membukakan jalan keluar bagi kalian dan penyelesaian atas peristiwa yang menimpa kalian”. (Fathul Bari 7;189)

Kemudian kami pergi secara bergelombang dan berkumpul di Habasyah (dipimpin Raja Najasyi). Saat itu, kami (merasa) berada di negeri terbaik dan tetangga terbaik. Kami merasa aman dengan din kami dan tidak pernah mengkhawatirkan kezhaliman.

Para sahabat yang hijrah pertama kali ini tidak begitu lama tinggal di Habasyah. Hal ini disebabkan kabar yang mereka dengar, bahwa penduduk Mekkah telah memeluk Islam. Begitu mendengar berita ini, mereka memutuskan untuk kembali ke Mekkah. Yaitu pada bulan Syawwal tahun yang sama. Saat sudah mendekati Mekkah, mereka baru menyadari jika berita masuknya penduduk Mekkah memeluk Islam itu, ternyata hanya kabar burung. Kenyataannya, api permusuhan yang dikobarkan kafir Quraisy masih menyala, bahkan semakin dahsyat.

Melihat kondisi seperti itu, Rasulullah saw mengizinkan mereka untuk kembali hijrah menuju Habasyah. Di Negeri Habasyah ini para sahabat dapat kembali melaksanakan din (agama) mereka, tanpa dibayangi penyiksaan. Saat kaum Quraisy mengetahui bahwa kaum Muslimin telah mendapatkan tempat yang aman untuk menjalankan din (agama) mereka, kaum Quraisy marah.

Kemudian, mereka mengutus Amr bin ‘Ash dan ‘Abdullah bin Abi Rabi’ah untuk menghadap Raja Najasyi agar mengeluarkan kaum Muslimin dari Habasyah. Kedua duta ini membawa hadiah yang banyak untuk diberikan kepada para pejabat kerajaan Habasyah agar usaha mereka berhasil. Hadiah ini diberikan kepada para pembesar Habasyah, dan kemudian mereka menghadap Raja Najasyi.

Begitu menghadap Raja Najasyi, mereka berkata: “Sesungguhnya ada sekelompok orang dari keturunan paman kami tinggal di negeri Tuan. mereka meninggalkan agama kaum mereka namun tidak juga menganut agamamu bahkan mereka membawa agama baru yang tidak kami ketahui, demikian juga dengan tuan.”.

Raja Najasyi balik bertanya: “Dimana mereka?”

Dua duta ini menjawab: “Di daerah Tuan. Kirimkan utusan kepada mereka!”

Lalu Raja Najasyi pun mengirimkan kurir untuk memanggil kaum Muslimin yang datang ke Negeri Habasyah. Untuk memenuhi panggilan Sang Raja, maka Ja’far bin Abi Thalib berseru kepada teman-temannya sesama kaum Muslimin: “Pada hari ini, saya adalah juru bicara kalian,” mereka pun mengikuti Ja’far.

Saat masuk ke tempat Raja Najasyi, Ja’far hanya mengucapkan salam tanpa bersujud. Orang-orang yang berada di ruang itu berseru: “Mengapa engkau tidak bersujud kepada Raja?”

Ja’far menjawab,”Kami tidak bersujud, kecuali kepada Allah semata.”

Raja Najasyi bertanya,”Siapa itu?”

Ja’far menjawab,”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mengutus seorang rasul kepada kami. Beliau menyuruh kami agar tidak bersujud kepada siapapun, kecuali kepada Allah Azza wa Jalla , melaksanakan shalat dan menunaikan zakat.”

Amr, duta Quraisy berujar: “Mereka bertentangan dengan Anda dalam masalah Isa bin Maryam.”

Raja Najasyi bertanya,”Apa yang kalian katakan tentang Isa bin Maryam, dan juga tentang ibunya?”

Kemudian Ja’far membacakan permulaan Surat Maryam pada ayat pertama.

Mendengar lantunan ayat itu, Raja Najasyi menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya. Demikian pula dengan para uskupnya hingga air mata mereka membasahi mushhaf-mushhaf (lembaran-lembaran-red) yang berada di tangan mereka.

Kemudian an Najasyi berkata kepada mereka: “sesungguhnya ini dan apa yang dibawa oleh “Isa adalah bersumber dari satu lentera”. Lalu kepada kedua duta Quraisy dia berkata:”pergilah kalian berdua, demi Allah, sekali-kali tidak akan aku serahkan mereka kepada kalian dan tidak akan hal itu terjadi”. Keduanya pun keluar namun Amr bin ‘Ash sempat berkata kepada ‘Abdullah bin Abi Rabi’ah: “Sungguh akan aku datangi lagi dia besok pagi untuk membicarakan perihal mereka dan akan aku habisi mereka (argumentasi kaum muslimin-red) sebagaimana aku menghabisi ladang mereka”. ‘Abdullah bin Abi Rabi’ah: “jangan kamu lakukan itu! Sesungguhnya mereka itu masih memiliki hubungan tali rahim dengan kita sekalipun mereka menentang kita”. Akan tetapi Amr tetap ngotot dengan tekadnya.

Benar saja, keesokan harinya dia mendatangi an Najasyi dan berkata kepadanya:”wahai tuan raja! Sesungguhnya mereka itu mengatakan suatu perkataan yang sangat serius terhadap “Isa bin Maryam”. An Najasyi pun mengirim utusan kepada kaum muslimin untuk mempertanyakan perihal perkataan terhadap “Isa Al Masih tersebut. Mereka sempat kaget menyikapi hal itu, namun akhirnya tetap bersepakat untuk berkata dengan sejujur-jujurnya apapun yang terjadi. Ketika mereka datang di hadapan sang raja dan dia bertanya kepada mereka tentang hal itu, Ja’far berkata kepadanya:”kami mengatakan tentangnya sebagaimana yang dibawa oleh Nabi kami Shallallâhu “alaihi wasallam : “dia adalah hamba Allah, Rasul-Nya, ruh-Nya dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, si perawan yang ahli ibadah”.

An-Najasyi kemudian memungut sebatang ranting pohon dari tanah seraya berujar:” Wahai, orang-orang Habasyah! Wahai, para pendeta! Demi Allah! apa yang kamu ungkapkan itu tidak melangkahi “Isa bin Maryam meski seukuran ranting ini”. Mendengar itu, para uskup mendengus, dan dengusan itu langsung ditimpalinya:’demi Allah! sekalipun kalian mendengus. Aku bersaksi, bahwa dia adalah Rasulullah. Dialah orang yang kami temukan di dalam kitab Injil. Dialah Rasul yang dikabarkan oleh Isa bin Maryam. Tinggallah kalian di manapun yang kalian inginkan! Demi Allah, kalau bukan karena kekuasaan yang ada padaku, maka sungguh aku datangi dia, sehingga aku menjadi orang yang membawakan sandalnya.”

Kemudian Raja Najasyi menyuruh pengawalnya untuk mengembalikan hadiah dari duta Quraisy ini, lalu duta inipun diusirnya. Dua utusan Quraisy ini akhirnya pulang dengan membawa kekecewaan yang sangat. Begitu juga kekecewaan menyelimuti orang-orang yang mengutusnya.

Sikap Raja an Najasyi dan para Uskup ketika mengetahui dan mengakui bahwa Al-Qur’an sebagai Firman Tuhan Yang Satu dan Muhammad saw adalah Rasul-Nya, telah tercantum dalam Al-Qur’an, sebagai berikut:

Dan apabila mereka mendengarkan apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), maka kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Quran dan kenabian Muhammad saw).”

(Q.S Al Maa’idah, 5:83)

“Dan sesungguhnya diantara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu, dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sungguh, Allah amat cepat perhitungan-Nya.”

(Q.S Ali Imraan, 3:199)

“Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (sembahyang).”

(Q.S Ali Imraan, 3:113)

Setelah beberapa tahun, Raja Habasyah, yakni Raja Najasyi meninggal dunia. Berdasarkan hadits shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw mendengar kabar Raja Najasyi meninggal, beliau kemudian memohonkan ampunan untuknya dan melakukan shalat ghaib.

Rasulullah [saw] mengumumkan meninggalnya an Najasyi, Raja Habasyah, pada hari meninggalnya dan bersabda: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini.”

(Shahih Bukhari, 3591,1242, Shahih Muslim 1581)

 “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.”

(Q.S Al Maa’idah, 5:82)

Seperti itulah sebagian umat Nasrani, yang dekat kasih sayangnya kepada umat Islam.

Peristiwa Hijrah kaum Muslimin ke Madinah dilaksanakan bersamaan dengan kalahnya Persia di Pertempuran Issus, yang berarti bahwa, Mekkah mulai kehilangan kekuasaannya di Jazirah Arab, karena Mekkah adalah negara bawahannya Persia, dan Persia telah kalah dalam Pertempuran Issus melawan Bizantium. Pertempuran Issus adalah pertempuran yang menentukan siapa penguasa Suriah dan Tanah Suci, atau Jazirah Arab secara keseluruhan.

Ketika akhirnya Bizantium mengalahkan Persia di Ctesiphon, ibukota Persia, maka Quraish Mekkah, juga kehilangan status mereka sebagai wakil superpower di Jazirah Arab. Kekuasaan Semenanjung Arab oleh Kekaisaran Persia dan Negara Mekkah mulai runtuh. Kesempatan ini diambil oleh Nabi Muhammad saw, yang sekarang sudah memiliki negara sendiri, Negara Madinah, untuk menawarkan Perjanjian Hudaybiyah kepada Mekkah, di mana di dalamnya terkandung Penaklukan Kahybar tanpa intervensi militer Mekkah. Jatuhnya Khaybar berarti jatuhnya Mekkah, karena Mekkah tidak hanya bahwa telah kehilangan dukungan dari Persia, mereka juga kehilangan sekutu utama mereka, orang-orang Yahudi dari Negara Khaybar. Mekkah dalam status tidak berdaya atau dalam politik dan kemiliteran disebut ‘Kaisar yang tidak punya pakaian’.

Setelah kembali dari Penaklukan Khaybar, kendali Persia atas Jazirah Arab telah runtuh sepenuhnya, Muhammad saw kemudian melanjutkan ke Penaklukan Mekkah. Mekkah diambil tanpa pertempuran, kemenangan Muslim yang mutlak, oleh Kasih dan Karunia Allah SWT.

Selain itu, tanpa bantuan orang-orang Nasrani Ortodoks Timur (tentu saja dari Allah SWT), baik secara langsung (Abyssinia) dan secara tidak langsung (Kekaisaran Bizantium), tidak akan ada Muslim ataupun Islam hari ini. Kemenangan Bizantium telah dijanjikan oleh Allah SWT kepada mereka yang beriman. Tidak pernah Allah mengingkari janji-Nya, dan Allah menghendaki kemenangan kepada siapapun yang Dia mau, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya tahu beberapa penampilan dari kehidupan dunia, dan lalai dari kehidupan di akhirat (spiritualisme).

Namun kita belum selesai, kemenangan Bizantium di Surat Ar Ruum juga menyatakan bahwa Allah SWT telah berjanji bahwa kondisi geostrategis serupa juga akan terjadi di Jazirah Arab pada Akhir Zaman “Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudahnya“, di mana Islam yang ‘benar’ akan muncul kembali dalam proses sejarah manusia.

Perang dua negara adidaya yang serupa, yang satu adalah beriman pada Kitab Allah dan yang lainnya adalah Musyrik. Islam yang ‘benar’ yang serupa dengan yang dahulu, sifat kemunculannya yang serupa, dan pemimpin Islam yang serupa dengan Nabi Muhammad [saw]. Di mana Muslim akan kembali mendukung saudara mereka, orang-orang Nasrani Ortodoks Timur, yang dipimpin oleh Federasi Rusia, untuk menaklukkan Turki, dan mengembalikan nama aslinya, yaitu, Konstantinopel, dan sekali lagi, Hagia Sophia akan menjadi Katedral terbesar bagi Nasrani Ortodoks Timur. Insya Allah

Dengan demikian sekarang Muslim harus mengetahui keadaan dan kesadaran strategis dari lingkungan yang ada di sekitar mereka, karena itu adalah Sunnah dari Nabi Muhammad [saw].

Semoga Tuhanku menyempurnakan petunjukNya yang lurus kepada kami agar kami lebih dekat (kebenarannya) daripada ini semua. Insya Allah. (*)

Sumber:

Sheikh Imran N. Hosein – Rusia, NATO, Syria, dan Malhama di Akhir Zaman.

Recommended Posts