Surat al-Kahfi telah memaparkan dengan jelas untuk mengarahkan perhatian pada kita pada bentuk Syirik yang lain yang akan sering terjadi pada Zaman Dajjal yaitu di akhir zaman atau di akhir masa. Dalam kisah dua laki-laki, dimana salah satunya yang Allah Maha Tinggi telah memberinya kekayaan dalam bentuk dua kebun yang sangat subur, sementara yang lain miskin karena dia tidak diberikan kekayaan; orang kaya terusak jiwanya dan tertipu dengan kekayaannya dan dengan begitu imannya telah rusak. Secara teori dia menyembah Allah. Tetapi pada kenyataannya, bagaimana pun, dia menyembah kekayaannya. Dan itulah Syirik. Hukuman Allah pada akhirnya menimpanya dan kekayaannya dihancurkan.
Orang miskin tidak merasa iri terhadap kekayaan orang kaya. Melainkan, dia menasehatinya agar tunduk kepada supremasi Tuhan dengan mengakui bahwa kekayaannya datang dari Allah Maha Tinggi. Dia seharusnya merespon dengan rasa syukur kepada Allah Maha Tinggi Yang Maha Pemberi kekayaan. Orang miskin juga menyampaikan harapan bahwa Tuhannya akan memberinya sesuatu yang lebih baik pada kehidupan yang akan datang daripada kebun-kebun orang kaya, dan lebih baik daripada kemiskinan yang dia alami di kehidupan dunia ini.
Kisah dalam surat al-Kahfi ini dengan tepat menggambarkan dunia saat ini di mana cengkeraman sekulerisme dan materialisme dunia tidak bertuhan telah menghasilkan cara hidup modern yang baru. Serakah, nafsu akan harta, kepemilikan material, dan seks, merusak mayoritas umat manusia secara luas di seluruh dunia. Bahkan termasuk pada kebanyakan kaum muslim.
Surat al-Kahfi memperingatkan orang-orang yang berhasrat pada dunia ini bahwa itu tidak akan kekal. Segalanya hancur dan berlalu. Oleh karena itu, bukannya hidup ‘di’ dunia ini dan ‘untuk’ dunia ini, melainkan orang seharusnya hidup ‘di’ dunia ini tetapi ‘untuk’ alam kehidupan selanjutnya. Orang-orang beriman seharusnya berusaha di dunia ini untuk melaksanakan misi hidup ‘untuk’ Allah. Jika dia miskin, dia seharusnya menghadapi cobaannya dengan sabar sementara hidup ‘untuk’ Allah, percaya diri bahwa saat Allah Maha Tinggi menerima ketaatannya, penyembahan dan kesabarannya, dia akan dibalas dengan kebaikan yang berlimpah pada kehidupan alam akhirat.
Pesan ini dirangkum dalam sebuah ayat yang benar-benar tak terlupakan dari surat al-Kahfi:
(Q.S Al Kahf 18; Ayat 46)
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal saleh, hasilnya akan bertahan terus selamanya, adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Berikut ini adalah teks al-Qur’an dalam Surah Al Kahf yang mengisahkan perumpamaan tentang orang kaya dan orang miskin. Kisah ini dimulai pada ayat ke tiga puluh dua dan berakhir pada ayat empat puluh enam:
Ayat 32
“Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang Kami beri dua buah kebuh anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara keduanya (kebun itu) Kami buatkan ladang jagung.”
Ayat 33
“Kedua kebun itu menghasilkan buahnya, dan tidak berkurang (buahnya) sedikit pun, dan di celah-celah kedua kebun itu Kami alirkan sungai.”
Ayat 34
“Dan dia memiliki kekayaan besar, maka dia berkata kepada kawannya ketika bercakap-cakap dengan dia: Hartaku lebih banyak daripada hartamu, aku lebih terhormat dan pengikutku lebih kuat!”
Ayat 35
“Dan dia memasuki kebunnya dengan sikap merugikan (jiwanya) sendiri kemudian dia berkata: Aku tidak percaya bahwa ini (kekayaan milikku di kebun ini) akan binasa selama-lamanya.”
Ayat 36
“Dan aku pun tidak percaya bahwa Hari Kiamat itu akan datang. Bahkan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti (di sana) aku akan mendapatkan sesuatu (balasan) yang lebih baik.”
Ayat 37
“Kawannya berkata kepadanya sambil bercakap-cakap dengannya: Apakah engkau ingkar kepada Dia Yang menciptakan engkau dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna?”
Ayat 38
“Tetapi aku (percaya bahwa), Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun.”
Ayat 39
“(Kemudian dia bertanya kepada orang yang kaya): Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan “Masya Allah, la quwwata illa billah!” (Sungguh, atas kehendak Allah semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah!), Jika engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu?”
Ayat 40
“Maka (waspadalah) mungkin Tuhanku, (pada akhirnya) dapat memberikan kepadaku sesuatu yang lebih baik dari kebunmu, dan bahwa Dia dapat mengirimkan petir dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin (hancur)!”
Ayat 41
“Atau air yang mengairi kebunmu (dibuat) menjadi surut ke dalam tanah, maka engkau tidak akan dapat menemukannya lagi (maka kebunmu pun akan hancur).”
Ayat 42
“Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur roboh bersama penyangganya lalu dia hanya bisa berkata: Celakalah aku! Betapa sekiranya dahulu aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun (melakukan Syirik)!”
Ayat 43
“Dan tidak ada (lagi) baginya segolongan pun yang dapat menolongnya selain Allah; dan dia pun tidak akan dapat membela dirinya.”
Ayat 44
“Karena segala kekuatan yang bisa memberikan pertolongan itu hanya dari Allah saja. Dialah (pemberi) pahala Terbaik dan (pemberi) ketentuan Terbaik.”
Ayat 45
“Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini: Ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit yang diserap tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu mejadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan (hanya) Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Ayat 46
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal saleh, hasilnya akan bertahan selamanya, adalah jauh lebih baik penghargaannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
(Al-Qur’an, Surah Al-Kahfi, 18; Ayat 32 – 46)
Bagian dalam surat al-Kahfi ini yang mengisahkan perumpamaan orang yang kaya dan orang yang miskin, memperingatkan bahaya yang ada jika kekayaan merusak dan menghancurkan keimanan. Kisah ini berakhir dengan mengingatkan tentang Hari Penghakiman dan nasib yang menimpa orang-orang yang kehilangan iman.
Arti Penting Kisah Tersebut
Kisah ini menyediakan perbedaan antara dua orang dan cara hidup mereka yang menandakan kehidupan pada Zaman Dajjal.
Allah Maha Tinggi kadang-kadang menganugerahkan kekayaan sebagai amanah dan cobaan di kehidupan ini. Dan Allah kadang-kadang menghukum dengan kekayaan karena kekayaan itu akan menjadi jalan menuju kehancuran. Jika kekayaan didapatkan secara tidak sah, seperti melalui perbankan dan asuransi Riba modern, kekayaan seperti itu adalah haram dan akan memastikan bahwa pemiliknya akan dibakar di dalam api neraka.
Sekularisme dan hasil filosofi materialisme yang memisahkan kehidupan dunia dari Tuhan dan agama, akan merusak hati dengan penyakit yang mematikan. Penyakit yang dominan pada Zaman Akhir adalah hasrat terhadap kekayaan yang akan membuat manusia buta terhadap kenyataan spiritual. Mereka akan dicuci otaknya dan hidup dalam dunia ilusi fantasi (surganya orang bodoh) padahal mereka hanya berjalan menuju api neraka. Arti penting kisah ini terletak pada peringatan yang disampaikan mengenai penyakit tersebut.
Dunia modern mengagungkan kekayaan dan gaya hidup orang kaya. Pada akhirnya orang miskin tumbuh untuk membenci dan menghina kemiskinan mereka dan meyakinkan diri mereka untuk melakukan apa pun, secara sah atau tidak sah, demi melepaskan diri mereka dari kutukan kemiskinan. Hal ini menghasilkan premanisme, pencurian, kekerasan perampokan, penculikkan, dan lain sebagainya. Pada kenyataannya seluruh masyarakat tersebut menjadi rusak karena kekayaan, pun, digunakan secara tidak sah sebagai alat untuk meningkatkan kekayaan mereka.
Orang yang miskin dalam kisah ini tidak menyombongkan apa-apa. Keyakinannya hanya kepada Allah Maha Tinggi. Pada akhirnya Allah menghancurkan kekayaan orang yang kaya, dan pada akhirnya orang yang miskin lebih bahagia. Ada pesan yang kuat tentang kenyamanan, harapan, dan dukungan dalam kisah ini untuk orang-orang beriman yang miskin yang hidup di dunia yang mengakui orang yang kaya sebagai ‘seseorang’, dan orang yang miskin sebagai ‘bukan siapa-siapa’ Yaitu: Dunia yang menghina kemiskinan sebagai kejahatan yang harus diberantas.
Abdullah Yusuf Ali telah menangkap intisari dari kisah ini dalam versi (yang telah disunting) dari tafsirannya:
“Orang yang arogan, bangga dengan hartanya, pendapatannya, dan kebesaran keluarga dan pengikutnya, dan dalam kepuasan dengan dirinya sendiri merasa bahwa itu akan bertahan selamanya. Dia pun salah dalam memandang rendah kawannya yang meskipun hidupnya kurang makmur, tetapi dia adalah orang yang lebih baik darinya. Bukanlah kekayaan yang menghancurkannya, tetapi sikap pikirannya. Dia bersikap zalim, bukan terhadap kawannya yang miskin, melainkan terhadap jiwanya sendiri. Dalam cintanya kepada materi, dia lupa, atau secara terbuka ingkar terhadap kenyataan spiritual. Seperti yang ditunjukkan pada ayat 37, dia mengundang kawannya untuk membuatnya terkesan dengan kekayaan miliknya, tetapi kawannya tidak terkesan dengan hal tersebut. Itulah hasil dari orang yang menganut materialisme. Dalam pikirannya ‘lebih baik’ berarti lebih banyak kekayaan dan lebih kuat sehingga dia menikmati kehidupan ini, meskipun, pada akhirnya, apa yang dia miliki, terletak di dasar lembah, hancur dan membawanya jatuh bersama.
Argumen kawannya terdiri dari lima pernyataan. Dia memprotes orang sombong yang ingkar kepada Allah. Kemudian dia menyatakan, sebagai dasar pengalaman spiritualnya sendiri, bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia juga menunjukkan kepadanya cara yang lebih baik untuk menikmati anugerah Allah adalah dengan bersyukur kepada-Nya. Dia menyatakan kebahagiaan dan kepuasan pada pemberian Allah kepadanya. Akhirnya, dia memberikan peringatan pada sifat kehidupan dunia ini yang berlalu dengan cepat dan ketentuan banyak sekali hukuman Allah bagi orang yang sombong.”
(Abdullah Yusuf Ali, Terjemahan dan Tafsir Al-Quran,
Surat al-Kahfi, catatan 2376-2380)
Bagaimana seharusnya orang-orang beriman menanggapi sekularisme dan materialisme yang sekarang mendominasi umat manusia dan dunia? Surat al-Kahfi menyediakan kunci jawabannya. Abdullah Yusuf Ali melanjutkan:
“Hukuman yang menimpa orang kaya yang arogan adalah datangnya petir (husbanan), namun arti umum kata tersebut termasuk hukuman apa pun dengan cara perhitungan (hisab), namun, mungkin, itu berarti pula gempa bumi, karena hukuman itu mengubah aliran air, merusak saluran bawah tanah, mengguncang lumpur dan tanah, dan membuat kehancuran dalam area yang luas. ‘Buah’, ‘membelanjakan’, ‘membolak-bailkkan telapak tangan’, semuanya dapat dipahami sebagai perumpamaan, atau pun dipahami secara harfiah. Dia telah memiliki pendapatan dan kepuasan yang banyak, yang semuanya musnah. Dia telah banyak membelanjakan sumber daya yang penting untuk membangun kekayaan. Pikirannya telah terpikat dengan itu; harapannya telah dibangun dengan itu; itu telah menyerap gairah hidupnya. Andai saja dia hanya berharap kepada Allah, bukan kepada perhiasan dunia yang sementara ini!
Pada kasus ini, dalam pikirannya, ada dirinya sendiri dan dewa Kekayaan yang dia sembah sebagai tandingan Allah! Dia telah membangun hubungan dan menjalani kebergantungan, dan bangga dengan kepuasan atas hartanya. Namun di mana semua kekayaannya itu saat Hari Perhitungan (Hisab) datang? Dia tidak dapat menolong dirinya sendiri; bagaimana bisa orang lain diharapkan untuk menolongnya? Semua yang lain adalah kesia-siaan, ketidakpastian, dan permainan waktu. Harapan dan kebenaran hanya dari Allah. Penghargaan dan kesuksesan yang lain adalah ilusi: Penghargaan dan Kesuksesan terbaik datang dari Allah.”
(Abdullah Yusuf Ali, Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an
Surat Al-Kahfi, catatan 2380-2385)
Dunia modern yang tidak bertuhan telah berpaling dari Allah Maha Tinggi, dan itu dilakukan secara terselubung. Dunia modern berpura-pura masih tetap beriman pada Allah, padahal pada kenyataannya tidak!
Kisah dua laki-laki juga memberi petunjuk untuk masa depan umat manusia khususnya pada Zaman Dajjal. Dunia Kufur dan Syirik akan musnah dengan cara yang sama seperti kebun-kebun milik orang kaya, yakni dengan bencana alam dan berkurangnya suplai air segar:
“Maka (waspadalah) mungkin Tuhanku, (pada akhirnya) dapat memberikan kepadaku sesuatu yang lebih baik dari kebunmu, dan bahwa Dia dapat mengirimkan petir dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin (hancur)!”
“Atau air yang mengairi kebunmu (dibuat) menjadi surut ke dalam tanah, maka engkau tidak akan dapat menemukannya lagi (maka kebunmu pun akan hancur).”
(al-Qur’an, al-Kahfi, 18: 40-41)
Berkurangnya suplai air segar tersebut sudah mulai terjadi. Hitungan mundur telah dimulai.
Orang Kaya dan Orang Miskin di Dunia Islam Saat Ini
Surat al-Kahfi mengajarkan pelajaran yang sangat penting mengenai kekayaan duniawi. Pelajaran tersebut yaitu mengenali pentingnya dan kegunaan kekayaan, serta mengakui godaan kekayaan. Namun, kekayaan dapat musnah, dan oleh karena itu orang seharusnya tidak memandangnya sebagai segalanya dan tujuan akhir dalam hidup. Melainkan, firman dalam Surat al-Kahfi menyampaikan, adalah amalan saleh yang bertahan bersama waktu, dengan demikian kita seharusnya mencurahkan perhatian lebih pada amalan saleh daripada mengejar kekayaan:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal saleh, hasilnya akan bertahan selamanya, adalah jauh lebih baik penghargaannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
(al-Qur’an, al-Kahfi, 18: 46)
Harta dan anak-anak adalah hal-hal sementara yang diinginkan manusia di dunia, namun ada sesuatu yang lain yang lebih baik karena bertahan kekal melebihi hitungan waktu – dan itu adalah amalan saleh. Maka seiring dengan dunia menjadi semakin korup pada Akhir Zaman, dan seiring dengan kegelapan yang semakin menyelimuti dunia, orang beriman seharusnya berusaha kuat selalu mengerjakan amal saleh.
Strategi Dajjal merusak dan mengendalikan umat manusia melalui kekayaan dapat dengan jelas dilihat dari kisah orang kaya dan orang miskin. Dia menggunakan Riba dan mengendalikan Negara untuk memperkaya orang-orang yang tidak melawannya, dan untuk memiskinkan orang-orang yang melawannya. Ini adalah strategi ekonomi Dajjal yang dia capai untuk menguasai dunia demi kepentingan Negara Euro-Yahudi Israel. Strategi itu tampaknya berhasil dengan sukses besar. Di seluruh dunia saat ini, orang-orang yang memiliki kekuasaan dan yang memerintah, adalah orang kaya dan tetap tumbuh semakin kaya, sementara orang-orang yang melawan penguasa dunia direduksi ke dalam kemiskinan dan semakin bertambah miskin.
Di seluruh dunia Islam saat ini, sebagai wujud timbal balik, orang kaya mendukung pemerintah yang telah menjadi sahabat penguasa dunia. Dan masyarakat miskin telah dikeluarkan secara efektif dari kekuasaan dan proses pengambilan keputusan. Ini telah berjalan dengan sukses demi kepentingan Israel. Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam telah membuat nubuat bahwa Dajjal akan melakukan hal tersebut:
Nawwas bin Sam’an berkata bahwa Rasulullah bersabda tentang Dajjal pada suatu hari pada waktu pagi . . . Dia bersabda:
“Dia (Dajjal) akan mendatangi orang-orang dan mengajak mereka (kepada agama yang salah); mereka akan menyatakan iman mereka kepadanya dan menanggapi ajakannya. Kemudian dia akan memberikan perintah kepada langit: Akan ada air hujan turun ke bumi dan itu akan menumbuhkan tanam-tanaman. Kemudian pada malam hari, binatang ternak mereka akan mendatangi mereka dengan punuk yang sangat tinggi, dengan kambing yang penuh dengan susu dan panggul menggelembung. Kemudian dia akan mendatangi umat manusia yang lain dan mengajak mereka. Tetapi mereka akan melawannya, jadi dia akan pergi menjauhi mereka; kemudian mereka akan (menderita karena) kekeringan dan tidak akan ada yang tersisa bersama mereka dalam bentuk harta.”
(Sahih, Muslim)
Benar-benar aneh, bahwa subjek larangan terhadap Riba dalam Islam, yang merupakan subjek penting yang sangat strategis, tetapi menjadi begitu tidak dihiraukan. Berdasarkan pengalaman penulis, sedikit umat muslim saat ini yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai subjek Riba ini, dan hal itu sebagian besar karena para sarjana, ilmuwan dan ulama Islam menghindar untuk mengajarkan subjek riba tersebut. Kami harap dua buku kami mengenai subjek Riba (yakni ‘The Prohibition of Riba in the Qur’an and Sunnah’ [Larangan Riba dalam al-Qur’an dan as-Sunah] dan ‘The Importance of the Prohibition of Riba in Islam’ [Pentingnya Larangan Riba dalam Islam]) akan membantu para pembaca memahami subjek Riba tersebut.
Kekayaan merusak jiwa orang-orang yang memeluk materialisme dan hasrat pada kekayaan pun merusak orang-orang yang mendapatkan kekayaan secara tidak adil. Ketika orang-orang yang jiwanya telah rusak tersebut menjadi elit penguasa maka mereka menggunakan kekuasaan untuk menindas kaum miskin. Massa muslim yang dimiskinkan di seluruh dunia Islam dengan tegas melawan penindasan Negara Euro-Yahudi Israel yang semakin meningkat, dan mereka ditakdirkan untuk menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan. Itulah pesan moral dalam kisah yang diceritakan surat al-Kahfi. Iman pada Allah Maha Tinggi akan berubah menjadi kekuatan yang tidak dapat dihancurkan yang pada akhirnya akan mengalahkan kekuatan dan kekuasaan Israel. Dan dengan begitu, maka benturan antara penguasa elit dan massa yang dimiskinkan pada akhirnya pasti terjadi. Nabi Muhammad sallallaahu ‘alaihi wasallam telah membuat nubuat bahwa umat muslim akan mengatasi penindasan di Tanah Suci melalui konflik bersenjata.
Elit penguasa predator yang selalu mengendalikan kekuasaan politik, militer, dan lembaga negara lainnya, meminta bantuan ke Israel agar tetap melindungi kepentingan mereka. Hal ini dijelaskan sebagai ‘proses perdamaian’. Karena mereka sudah terbiasa dengan kekuasaan dan keistimewaan, mereka pun takut pada prospek kebangkitan kembali revolusi Islam oleh massa miskin yang dapat memenangkan kekuasaan sehingga mereka menghadapi hal itu dengan cara yang sama seperti menghadapi revolusi Islam di Iran yang berkompromi dengan predator elit penguasanya. Jadi tekanan untuk membantu Israel datang dari elit Muslim kaya raya yang hidup dalam ketakutan terhadap massa Muslim yang dimiskinkan karena keteguhan mereka pada keadilan Islam yang tanpa kompromi.
Sangat jelas bahwa orang kaya predator yang jiwanya telah dirusak oleh kekayaan mereka sendiri tidak akan pernah bergabung dengan perjuangan bersenjata untuk membebaskan orang-orang yang tertindas di Tanah Suci. Itu pun sama jelasnya bahwa saudara-saudara mereka yang miskin akan dengan bahagia melakukan perjuangan bersenjata tersebut.
Orang-orang miskin itu mendapatkan kekuatan dan harapan mereka dari bagian kisah dalam surat al-Kahfi ketika orang miskin berbicara kepada orang kaya:
“(Kemudian dia bertanya kepada orang yang kaya): Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan “Masya Allah, la quwwata illa billah!” (Sungguh, atas kehendak Allah semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah!), Jika engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu?”
“Maka (waspadalah) mungkin Tuhanku, (pada akhirnya) dapat memberiku sesuatu yang lebih baik dari kebunmu, dan bahwa Dia dapat mengirimkan petir dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin (hancur)!”
(al-Qur’an, surat al-Kahfi, 18: 39-40)
Akhirnya, ada komplikasi lain yang muncul saat kekayaan merusak hati. Orang tersebut menjadi buta secara batin dan, sebagai akibatnya, tidak dapat memahami kebenaran dalam al-Qur’an. Surat al-Kahfi mengungkapkan apa yang Allah Maha Tinggi lakukan terhadap orang-orang tersebut:
“. . . Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, yang mencegah mereka untuk memahami kebenaran (kebenaran yang diturunkan dalam al-Qur’an ini), dan di telinga mereka, ketulian; dan kendati pun kamu menyeru mereka kepada petunjuk (yang benar dari al-Qur’an ini), niscaya mereka tidak akan pernah menerimanya,
(al-Qur’an, al-Kahfi, 18: 57)
Orang-orang beriman yang membaca buku ini seharusnya menggunakan ilmu pengetahuan untuk mengenali ‘orang-orang buta dan sesat yang tidak dapat ditolong lagi’ yang menolak petunjuk dari sarjana Islam yang mendapatkan petunjuk yang benar dan hamba Allah yang rendah hati. Mereka itu, biasanya termasuk dalam elit penguasa ‘predator’, yang membajak komunitas Muslim dan selanjutnya dengan cara-cara yang berliku-liku, tipu daya, dan licik (seringkali dengan buku cek) untuk menaikkan jabatan diri mereka hingga mereka dikenali sebagai pemimpin komunitas Muslim. Mereka selalu merupakan orang-orang yang secara antusias membantu perang melawan Islam yang saat ini dilancarkan oleh persekutuan Yahudi-Kristen Eropa yang mengendalikan dunia. Meskipun mereka mengaku sebagai pemimpin umat muslim namun sebenarnya mereka secara efektif telah meninggalkan Islam dan malah bergabung dengan persekutuan penguasa Yahudi-Kristen tersebut. Pertimbangkan ayat al-Qur’an berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman (kepada al-Qur’an ini), janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Kristen sebagai teman atau sekutu yang mereka sendiri satu sama lain menjadi teman dan sekutu. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi teman dan sekutu, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
(al-Qur’an, al-Maidah, 5: 51)