Saat Islam dan Al Qur’an Tiada Tersisa lagi Selain Namanya

Kondisi umat Islam saat ini sangat memperihatinkan. Secara kuantitas, umat Islam di seluruh dunia mencapai 2,2 miliar orang (tahun 2024). Namun secara kualitas, sangatlah lemah. Satu persatu, simpul-simpul Iman dan Islam telah terlepas dari tatanan kehidupan komunitas umat Nabi Akhir Zaman ini.

Kondisi seperti ini telah dinubuwwahkan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wasallam. Beliau bersabda,

“Akan tiba suatu zaman, tak tersisa Islam kecuali namanya, tak tersisa Al Qur’an kecuali tulisannya, masjid mereka megah dan semarak tetapi jauh dari petunjuk. Ulama mereka menjadi manusia yang paling buruk di bawah kolong langit dan dari mulut mereka keluar fitnah dan akan kembali kepada mereka.” (HR. Baihaqi).

Esensi dasar dan utama dari ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wasallam saat ini telah “menguap“. Esensi kandungan Al Qur’an secara sistem dalam skala makro global maupun mikro yang berlaku saat ini telah “lenyap“. Tinggallah cangkang belaka. Hanya tinggal nama dalam kemasan yang tercampakkan.

Islam bagi sebagian besar orang di dunia ini, nyaris hanyalah menjadi label status seseorang yang menghiasi berbagai kartu identitas. Pilar-pilar ibadah dalam Islam, mulai dari sholat, zakat, puasa, dan ibadah haji, hanyalah menjadi rutinitas seremonial belaka, kehilangan makna ruhiyah hingga kering tak berbekas.

Dalam konteks sistem ekonomi, tuntunan Al Qur’an tentang larangan riba, telah dicampakkan hampir seluruh Muslim di dunia. Nyaris tak ada yang terlepas dari sistem perbankan dalam berbagai transaksi keuangan saat ini. Bahaya puncak dari riba telah terbukti “menjerat leher” dan alat penindasan serta perbudakan modern di seluruh negara di dunia.

Bayangkan, Indonesia saja tahun 2024 ini harus membayar bunga hutang hampir menembus 500 triliun rupiah dari total hutang yang telah mencapai ribuan triliun rupiah. Dan ini efektif dijadikan sebagai senjata pengendali untuk memaksakan berbagai kebijakan globalis yang menguasai sistem perbankan di seluruh dunia saat ini.

Dengan dalih pembangunan, semua negara dijebak dengan hutang yang kian menggunung yang mustahil terbayarkan hingga kiamat tiba. Dalam prinsip mereka, “Tak ada makan siang gratis!” Setiap kucuran hutang, pasti disertai syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi.

Demikian juga dengan sistem moneter yang berbasis emas (dinar) dan perak (dirham) sebagai alat tukar yang sah yang dibawa para Nabi, nyaris tak ada lagi yang peduli. Ditambah lagi, hukum yang diberlakukan di seluruh dunia menyatakan bahwa peredaran uang emas dan perak telah “diharamkan” oleh Bank Sentral negara masing-masing. Termasuk Indonesia.

Bahkan lebih menyedihkan lagi, nyaris tak terlintas dalam benak generasi saat ini tentang konsepsi uang yang sebenarnya itu adalah emas dan perak (dan sejenisnya) yang memiliki nilai intrinsik. Bukan uang “palsu” berupa kertas dan logam lainnya (yang tanpa nilai intrinsik) yang digunakan saat ini.

Dalam konteks sistem politik, di seluruh dunia saat ini telah jauh dari tuntunan Al Qur’an. Sistem Darul Islam sebagaimana pernah didirikan oleh Nabi Daud ‘alayhis salam dan Nabi Sulaiman ‘alayhis salam di Baitul Maqdis (Yerusalem) dan direstorasi oleh Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alayhi wasallam di Madinah tak tersisa sedikitpun. Digantikan sistem republik modern yang diciptakan oleh Barat.

Dalam konteks sistem hukum, juga demikian. Negara-negara Eropa (Barat) yang dikenal sebagai penjajah, yang telah menyebar ke seluruh dunia untuk menguasai dan merebut kekayaan di dalamnya, yang kemudian membentuk gerakan Zionis untuk membangun kembali kekuasan adidaya dengan mendirikan Negara Israel dan di Al Qur’an disebut sebagai Ya’juj dan Ma’juj, telah merancang dan memberlakukan hukum buatan mereka di seluruh negara bekas jajahannya.

Dalam konteks sistem sosial dan budaya, bisa dikatakan sudah menerobos setiap sudut bumi. Mereka telah “menyapu” dan “menyeragamkan” sistem budaya ke seluruh pelosok dunia. Dari mulai kota-kota besar hingga desa-desa terpencil, sudah sangat familiar dengan budaya dan gaya hidup ala Barat. Mereka memujanya dan menirunya.

Betapa jelas di depan mata kita saat ini, orang berlomba membangun masjid megah dengan orientasi bangunan fisik semata, yang dianggap sebagai simbol kebanggaan, simbol kemajuan peradaban, pusat daya tarik wisata, yang menghabiskan anggaran proyek milyaran, namun hampa dengan petunjuk Al Qur’an yang bisa diimplementasikan dalam sistem kehidupan.

Jika esensi Al Qur’an dan Islam telah “hilang” dalam sistem kehidupan secara global. Bagaimana pula dengan ulama-ulamanya?

Ini yang paling membahayakan! Sebagian besar ulama telah kehilangan pijakan ilmu esensi dasar dari Al Qur’an yang murni dan menyeluruh. Sebagian besar telah terlena dengan gemilangnya harta, jabatan (kedekatan dengan pejabat), popularitas, mencari posisi aman, dsb. Hingga pada hakikatnya, tanpa disadari, mereka ternyata mengikuti jalur hidup menuju Al Masih AdDajjal. Na’udzubillah.

Ya Allah Ya Robb ampunilah kami, Ya Allah Ya Robb rahmatilah kami, dan berilah kami kesempurnaan petunjuk-Mu Yang Lurus.

 

Wallahu a’lam bishshowab.

Agus Santoso, Pemerhati Eskatologi Islam

Recommended Posts