Spiritualisme Islam: Jalan yang Terlupakan

Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

“Setiap rasul utusan Allah telah memperingatkan kaumnya tentang dajjal, tetapi aku akan memberitahukan kepada kalian sesuatu tentang dajjal yang belum pernah disampaikan sebelumku. Dajjal melihat dengan mata kirinya dan mata kanannya buta yang terlihat seperti anggur yang menonjol keluar, tetapi Allah Sang Pencipta tidaklah bermata satu. Di antara kedua mata dajjal yaitu di dahinya tertulis kata kafir ‘ka fa ra’, dimana setiap mukmin (yaitu mereka orang-orang yang beriman yang sebenar-benarnya meyakini dan menghayati Islam di dalam hatinya, sehingga mereka menjadi manusia yang beriman) akan mampu membaca dan mengenali tanda kafir tersebut. Meski mereka adalah kaum yang tidak mampu untuk membaca ataupun menulis.”

Ini adalah salah satu hadits terpenting dalam sahih bukhari muslim yang disampaikan oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam mengenai tema yang berkaitan dengan dajjal. Melihat bahwasanya informasi tentang dajjal ini tersimpan sekian lama hingga kepada Rasul yang terakhir (Nabi Akhir Zaman/ tidak ada lagi Rasul selepas Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam), maka implikasinya adalah sekiranya seorang mukmin mampu membaca maka ini bermakna tentu saja Abu Lahab (salah satu orang dalam sejarah yang termasuk ke dalam golongan kafir/ zalim) tidak memiliki kemampuan untuk membacanya sedang Abu Lahab memiliki mata penglihatan yang sehat atau tidak berpenyakit sama sekali (tidak buta). Lalu kenapa dia tidak mampu membaca tanda kafir tersebut? Sedangkan Ali r.a mampu membaca tanda tersebut, dimana kedua mata Ali r.a juga memiliki kondisi yang sehat dan tidak berpenyakit sama sekali.

Lalu dengan penglihatan yang seperti apakah yang digunakan oleh Ali r.a sehingga ia mampu untuk melihat tanda tersebut? Apakah ada mata yang lain yang mampu melihat selain daripada kedua mata di kepala kita ini?

Berbagai Universitas terbesar di berbagai belahan dunia tentu saja berkata tidak, PBB dan seluruh basis pemerintahan politik juga tentu berkata tidak, karena jalan pemikiran rasional dan logika dari sistem pendidikan mereka berkata bahwasanya hanya kedua mata yang ada di kepala kita yang mampu melihat. Kita tidak memliki metoda penglihatan yang lain selain kedua mata yang ada di kepala kita ini. Kita tidak memiliki pendengaran yang lain selain kedua telingan yang kita miliki ini. Tidak ada cara lain untuk mendapatkan ilmu pengetahuan selain dari pertimbangan, penelitian dan pemikiran rasional yang logis.

Namun Allah melalui AL-Qur’an menyatakan ‘Ya’. Kita memliki instrumen penglihatan dan pendengaran yang lain untuk melihat, merasakan dan memahami sesuatu hingga pada pencapaian ilmu pengetahuan. Selain daripada kedua mata eksternal dan kedua telinga ekstrnal yang kita miliki ini, kita masih memiliki mata dan telinga yang lain yang bersumber dari sisi internal/ kerohanian/ spiritualitas kita. Selain daripada kemampuan kita secara eksternal dalam meraih ilmu pengetahuan, kitapun telah diberikan kemampuan secara internal dalam meraih ilmu pengetahuan.

Sebagai contoh dalam Surah Al-Hajj; 22 Ayat 46 Allah melabel/ memberi gelar kepada orang-orang yang bersifat seperti ‘paman sam’ (Amerika Serikat) sebagai orang-orang yang buta hatinya.
Allah berfirman:

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami atau telinga mereka dapat mendengar? [Agar mereka berjalan di atas muka bumi dan mampu untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah] Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”

Seorang guru besar meski bergerlar Master ataupun PhD dari Universitas Harvard pun tidak akan memiliki kemampuan untuk melihat dan mendengarnya karena hati mereka telah mati (buta). Seorang milyuner dengan Mercedes Benznya pun tidak akan mampu untuk melihat ataupun mendengar karena hati mereka telah buta.

Berjalan di atas muka bumi dan melihat serta merasakan tanda-tanda kekuasaan Allah dan berusaha untuk menyadari tanda-tanda kekuasaan Allah tersebut, akan memungkinkan seseorang yang telah mati hatinya untuk kembali hidup sehingga dapat melihat, mendengar serta merasakan. Dan apabila hati kita telah kembali hidup, maka hati nurani kita akan dapat memahami apa yang justru tidak bisa dipahami oleh para intelek/ ilmuwan meski mereka bergelar master atau PhD sekalipun. Apabila hati kita telah kembali hidup, maka hati nurani kita akan dapat mendengar apa yang tidak bisa didengar oleh mereka. Karena pada dasarnya bukanlah kedua mata yang kita miliki ini yang buta, melainkan hati kita yang di dalam dada yang buta. Jadi intisari dari firman Allah di atas adalah bahwasanya selain daripada kedua mata kita, kita juga memiliki mata yang lain yaitu mata hati yang dapat melihat, mendengar, merasakan dan memahami. Inilah keistimewaan dari ilmu Al-Qur’an.

Implikasi dari firman Allah adalah tidak mustahil bagi untuk memahami hadits yang telah disebutkan sebelumnya mengenai dajjal. Yaitu dajjal hanya melihat dengan satu mata yaitu mata kirinya, dimana mata kiri tersebut adalah simbolisme dari penglihatan yang hanya berbasis kepada sisi penglihatan eksternal (meraih pemahaman ilmu pengetahuan yang hanya berbasis pada pertimbangan, penelitian dan pemikiran rasional yang logis). Dajjal buta mata kanannya yang terlihat seperti anggur yang menonjol keluar, diman ini adalah simbolisme yang bermakna bahwasanya dajjal buta mata hatinya dan hanya dipenuhi oleh pemuasan nafsu-nafsu duniawi belaka. Sehingga siapapun mereka yang mengikuti (menyembah) dajjal tentu saja akan buta mata hatinya dan tidak untuk melihat ataupun membedakan mana yang baik ataupun mana yang buruk.

Apakah resiko yang mesti kita terima ketika hati kita telah buta (buta secara internal)? Meskipun kita adalah seorang master atau PhD dari sebuah universitas besar di berbagai belahan dunia ini, namun ketika mata hati kita buta maka resiko apa yang harus kita tanggung?

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (lengah).”

Al Qur’an Surah Al-Araf ayat 179

Recommended Posts