Selama shalat dan dzikir kita masih sebatas kewajiban melainkan kebutuhan dalam hati maka selama itu pula kita masih akan terus terperangkap dan terjebak oleh lautan fitnah dunia yang telah dikuasai dan dikendalikan oleh dajjal yang semakin memburamkan dan bahkan membutakan mata hati.
Selama sikap, respon dan prilaku/ cara perlakuan kita masih takabur, arogan, sombong dan mubazir/ boros bahkan merusak/ mencemari terhadap makhluk yang bernama “air” dalam menggunakannya sebagai sarana utama dalam kehidupan kita (air minum, wudhu, mensucikan diri, dan lain-lain), maka selama itu pula kita tidak akan pernah menemukan arti dan manfaat dari shalat dan dzikir serta segala hal yang behubungan dengan Ibadah dan pengabdian kepada Sang Khaliq, karena menghargai/menghormati air adalah & Jalan untuk meraih Nur (cahaya) Allah.
Hematlah Air Terutama dalam Berwudhu
Seorang lelaki yang sedang mengambil air wudhu dan melaksanakan wudhu dan Nabi Muhammad Sallallaahu ‘alaihi wasallam sedang lewat kemudian melihat laki laki itu dan beliau melihat orang tersebut kemudian beliau bertanya kepada lelaki itu, “apakah yang menyebabkanmu membazirkan air dalam mengambil wudhu (israf)?”
Laki laki itu bertanya kepada Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam “apakah ada juga pemubaziran dalam penggunaan air dalam berwudhu?”
“Ya.” Kata Nabi Muhammad Sallallaahu ‘alaihi wasallam.
“Jangan melebihi had/ batasan walaupun kamu berwudhu di depan sungai yang sedang mengalir dan tiada mungkin kekurangan air (walaupun airnya melimpah).”
“Apakah hadnya/ batasannya?”
“Inilah hadnya, songkok/ kupyah ini dapat di isi air dan jumlah air 1 songkok ini lebih dari cukup.” Yaitu air yang sepatutnya kita gunakan untuk mengambil wudhu. Saya katakan inilah jumlah air yang sepatutnya kalian gunakan untuk berwudhu.
Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam akan mengangkat tempat air itu dengan tangan kirinya dan menuangkan air ke tangan kanannya. Kenapa?
Sebab Beliau akan menggunakan tangan kanannyanya sebagai penadah untuk menerima air dari dalam tempat air tersebut dan ini adalah jumlah air yang telah diperintahkan (yaitu 1 sendokan tangan = 1 raupan ) untuk digunakan dalam setiap melakukan wudhu.
Ketika Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam telah selesai dengan wudhunya, jika masih ada sisa air dalam tempat air tersebut, baginda akan meminumnya dan para sahabat akan berebut-rebut untuk mengambil air wudhu itu untuk dibasuhkan ke seluruh tubuh mereka.
Ya! Para sahabat akan berebutan untuk mengambil air sisa wudhu itu untuk dibasuhkan ke seluruh tubuh mereka.
Mayoritas dari umat muslim yang hidup di era ini, di zaman ini tidak lagi menyadari hal ini. Saya, anda dan kita semua. Seharusnya ketika kita menggunakan air untuk berwudhu dari pipa/ kran, kita harus bisa menggunakan satu tangan untuk membuka dan menutup pipa/ kran itu lalu tangan satunya kita gunakan untuk di isi air yang sebanyak 1 sendokan (1 genggaman). Jangan lagi membiarkan air mengalir saat kita tidak menggunakannya untuk setiap melakukan wudhu. Mulailah merubah kebiasaaan ini, mulai dari diri sendiri. Praktek langsung, jangan banyak teori. Orang lain nantinya mengikuti dengan sendirinya. Karena cara berwudhu yang sesuai dengan sunnah dari Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam adalah cermin dari kesederhanaan jalan hidup kita selaku umat Islam. Dan inilah sebenar-benarnya pondasi Ibadah seorang muslim dimana shalat yang menjadi tiangnya.
Dan adakah dari kita semua hari ini menyadari bahwasanya makhluk yang bernama “air” adalah fasilitas/ jalan/ perantara untuk meraih Nur (cahaya) dari Allah?
Marilah kita pelajari hal-hal yang paling mendasar dalam Islam termasuk dari cara berwudhu dan memperlakukan air agar kelak amal kita tidaklah sia-sia di hari pengadilan nanti.
Gaya hidup pemborosan air ketika berwudhu sangat kurang diperhatikan oleh umat Islam di masa kini, amat segelintir di kalangan kita hari ini yang memahami hakekat dari cara berwudhu kita ini yang seharusnya wajib sesuai dengan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam, karena itulah sebenar-benarnya sunnah. Lupakah kita akan bahwasanya Allah Subhanahu Wata’ala sangat menentang dengan segala hal tentang pemborosan/ pembaziran, yang sebenarnya ini adalah sikap dan tingkh laku dari para calon penghuni neraka, yaitu syaitan dan golongan Ya’juj dan Ma’juj.
Allah SWT berfirman,
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً
“Sesungguhnya orang-orang yang melakukan pemborosan (boros) itu adalah saudara-saudara syaitan, sedang syaitan itu pula adalah makhluk yang sangat kufur kepada Tuhannya.”
[Al-Qur’an Surah Al-Isra; 17 ayat 27]
Dari Ali Bin Abu Talib r.a., Nabi Muhammad Sallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Anak kunci dari shalat ialah bersuci (wudhu), pembukanya ialah takbir dan penutupnya adalah salam.”
(Hadis Riwayat As Syafie, Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan at Tirmidzi).
Dari Muaz Bin Jabal, Nabi Muhammad Sallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Adakah kamu mau aku kabarkan tentang kepala, tiang dan menara kepada semua perkara?”
Aku (Muaz) menjawab,
“Sudah tentu ya Rasulullah.”
Lalu Beliau Sallallaahu ‘alaihi wasallam berkata,
“Kepala semua perkara adalah Islam, Tiangnya adalah Solat dan Menaranya adalah Jihad.”
(Hadis Riwayat at Tirmidzi)
Shalat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama (Islam) itu dan barangsiapa merobohkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu,” (Baihaqi).
Allah tidak akan menerima shalat seseorang sebelum ia berwudhu’ (HSR. Bukhari di Fathul Baari, I/206; Muslim, no.255 dan imam lainnya).
Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam juga mengatakan bahwa wudhu’ merupakan kunci diterimanya shalat. (HSR. Abu Dawud, no. 60).
Utsman bin Affan r.a berkata: “Barangsiapa berwudhu’ seperti yang dicontohkan Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan perjalanannya menuju masjid dan shalatnya sebagai tambahan pahala baginya” (HSR. Muslim, I/142, lihat Syarah Muslim, III/13).
Rasulullah Sallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menyempurnakan wudhu’nya, kemudian ia pergi mengerjakan shalat wajib bersama orang-orang dengan berjama’ah atau di masjid (berjama’ah), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya” (HSR. Muslim, I//44, lihat Mukhtashar Shahih Muslim, no. 132).
Kesimpulan
“Jalan hidup yang hakiki adalah Islam, tiangnya adalah shalat, menaranya adalah jihad dan pondasinya adalah wudhu.”