Ini adalah esai pertama dari empat esai khusus Ramadan yang diterbitkan oleh Jama Masjid, San Fernando, dan ditulis oleh cendekiawan Islam Imran N. Hosein dan Siddiq A. Nasir, yang merujuk pada Al Qur’an yang penuh berkah sebagai upaya untuk menanggapi kriminalitas yang merajalela. Tiga esai berikutnya akan berfokus pada: Kriminalitas dan Filosofi Hukuman, Kriminalitas dan Masyarakat Sekuler, dan Kriminalitas dan Keluarga.
Deskriminasi dan keruntuhan ekonomi saat ini melahirkan, untuk sebagian besar, mimpi buruk yang tiada berujung seperti geng (preman/mafia) dan perang narkoba, perampokan bersenjata, penculikan, dan pembunuhan yang tidak masuk akal. Kehidupan sosial tersebut akan meningkat secara dramatis ketika dolar AS runtuh secara total dan setiap mata uang negara yang dengan setia mengikuti massa moneternya dalam keruntuhan tersebut. Inflasi tentu saja akan meningkat secara dramatis, begitu juga dengan kriminalitas!
Mungkinkah mengganti politik lama yang korup dengan patronase kesukuan, sistem moneter yang korup, dan juga sistem peminjaman uang dengan bunga yang korup yang telah memperkaya beberapa suku dan memiskinkan suku-suku lain serta menciptakan perkampungan-perkampungan kumuh? Pandangan kami adalah bahwa reformasi konstitusional harus diarahkan terutama pada pencarian model negara yang plural yang sesuai untuk masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku. Hanya model negara dengan ‘pembagian kewenangan’ seperti itu yang dapat mencegah munculnya kediktatoran ekonomi dan politik kesukuan, dan memulihkan persaudaraan kesukuan yang didasarkan pada keadilan ekonomi dan politik, kesetaraan kesukuan, dan pasar yang bebas dan adil. Hanya dengan demikian kita dapat berharap untuk membebaskan masyarakat dari penindasan ekonomi dan kriminalitas yang terus meningkat.
Islam mengakui bahwa keadilan adalah nilai moral yang fundamental dan sangat diperlukan untuk membangun tatanan masyarakat yang stabil. Islam juga menyingkap penindasan (termasuk penindasan ekonomi) sebagai penyebab hancurnya stabilitas sosial.
“Wahai orang-orang yang beriman (kepada Tuhan Yang Maha Esa)! Hendaklah kamu selalu menegakkan (standar) keadilan (dan ini termasuk kesetaraan dalam pasar yang bebas dan adil), dan menjadi saksi karena Allah, meskipun hal itu bertentangan dengan dirimu sendiri (yaitu, dianggap bertentangan dengan kepentinganmu) atau orang tua dan kaum kerabatmu (dan ini termasuk sukumu). Terlepas dari apakah yang terlibat itu kaya atau miskin, ketentuan Allah lebih diutamakan daripada ketentuan mereka berdua. Janganlah kalian mengikuti agenda kalian sendiri (dan ini termasuk agenda golongan atau suku kalian), agar kalian tidak menyimpang dari kebenaran, karena jika kalian memutarbalikkan kebenaran, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa-apa yang kalian kerjakan.” (Al-Qur’an, al-Nisa, 4:135). (Komentar penjelasan dalam tanda kurung)
*Glosari: Ghetto adalah sebuah kondisi kehidupan kelompok masyarakat minoritas yang kumuh atau jauh dari taraf kesejahteraan dan kemakmuran sedemikian rupa sehingga mengalami kondisi deskiriminasi dari kelompok masyarakat lainnya.
Dari ekonomi yang korup – ke ghetto – ke kriminalitas yang tiada akhir
Ketika pasar kerja, alokasi sumber daya, dan jual beli telah korup, dan ketika uang itu sendiri, yang digunakan untuk membeli dan menjual, tidak bebas dan tidak adil, maka peluang akan terbuka bagi para elit dalam masyarakat seperti itu untuk mengeksploitasi orang-orang yang lemah dan tidak memiliki kemampuan untuk melindungi diri mereka sendiri. Ekonomi yang buruk tersebut pada akhirnya menciptakan ghetto, dan seluruh masyarakat membayar harga yang sangat mahal ketika masyarakat seperti itu mulai hancur dan berantakan. Akhirnya hukum rimba menguasai kehidupan masyarakat ghetto, dan ghetto tersebut kemudian meluas untuk merangkul seluruh masyarakat dengan kriminalitas yang kejam. Nabi Muhammad (saw) memperingatkan akan datangnya masa dimana “Harj akan turun ke atap-atap rumah kalian seperti hujan”. Ketika ditanya “apa itu Harj”, beliau menjawab: “(Pembunuhan dan penyembelihan yang tidak masuk akal secara acak) sedemikian rupa sehingga orang yang dibunuh tidak tahu mengapa ia dibunuh, dan orang yang membunuh tidak tahu mengapa ia membunuh – dan setiap hari akan menjadi lebih buruk dari hari sebelumnya.”
Seorang pria yang tidak dapat membaca dan menulis, dan yang tidak pernah melakukan perjalanan ke luar dari tanah kelahirannya, Arab, selain dua kali perjalanan bisnis ke Damaskus, menubuatkan hal tersebut dari padang pasir Arab lebih dari 1400 tahun yang lalu. Hanya seorang Nabi sejati dari Tuhan Yang Maha Esa yang dapat menubuatkan hal tersebut sejak lama bahwa suatu hari nanti masyarakat akan runtuh dan menjadi dunia seperti yang kita jalani saat ini.
Dari politik patronase hingga kriminalitas
Politik patronase, di mana pemerintah lebih memihak pada beberapa golongan (kelompok) daripada yang lain, merusak dan menghancurkan pasar yang ‘bebas’ dan juga pasar yang ‘adil’. Selain itu, mereka yang mendapatkan keuntungan dari patronase yang disponsori oleh negara pada akhirnya menjadi sangat korup secara internal sehingga mereka percaya bahwa mereka memiliki hak untuk merampok, menculik, dan bahkan membunuh untuk makan roti tanpa harus berkeringat. Al-Qur’an telah menjawab dengan menyatakan bahwa “… manusia tidak berhak mendapatkan apa-apa kecuali apa yang telah diusahakannya” (Al-Qur’an, al-Najm, 53:39). Penulis yang pernah bekerja di Kementerian Luar Negeri ini selama beberapa tahun dan memiliki pengalaman langsung tentang patronase berdasarkan golongan dalam hal pekerjaan, promosi jabatan, penempatan diplomatik, dan sebagainya, di kementerian tersebut. Hal yang sama juga terjadi di seluruh Layanan Publik, Kepolisian, Angkatan Bersenjata, Bank Sentral, dll. Tulisan ini berargumen bahwa politik patronase berdasarkan golongan akan menimbulkan kriminalitas!
Dari sistem moneter yang palsu dan curang menuju kriminalitas
Pemerintah mencetak mata uang kertas yang benar-benar palsu dan tidak dapat tergantikan, lalu memaksakannya sebagai alat pembayaran yang sah di pasar. Dengan demikian, mereka menciptakan kekayaan dari ketiadaan. Suatu hari nanti mereka akan menghadapi hukuman ilahi yang berat atas pelanggaran tersebut. Ketika uang semacam itu kehilangan nilainya dan tentunya itu pasti terjadi, maka akan terjadi inflasi – yang dapat digambarkan sebagai ‘pencurian yang dilegalkan’. Ketika harga-harga terus meningkat, nilai upah misalnya menurun, dan masyarakat dirampok dari nilai yang adil dari tenaga kerja, barang dan harta benda mereka. Al-Qur’an secara khusus melarang ‘pencurian yang dilegalkan’ seperti itu:
“Dan janganlah kamu merampas apa yang menjadi hak orang lain dengan cara mengurangi nilai dari barangbarang mereka (seperti tenaga kerja, barang dagangan, harta benda, dan lain-lain).”
(Al-Qur’an, al-‘Araf, 7:85; Hud, 11:85; al-Syu’ara, 26:183)
Jatuhnya nilai uang (yang diciptakan dari ketiadaan) menghancurkan pasar yang bebas dan adil karena menghasilkan transfer kekayaan secara besar-besaran dan tidak adil dari yang miskin ke yang kaya. Masyarakat ditipu dan ‘kerugian’ mereka menjadi ‘keuntungan’ bagi para elit pemangsa. Hal ini pada akhirnya melahirkan kriminalitas yang merajalela. Kejahatan ini bertambah parah ketika pemerintah di seluruh dunia diwajibkan untuk tunduk pada otoritas Dana Moneter Internasional yang secara misterius melarang penggunaan emas sebagai mata uang (Pasal 4 ayat 2-b dari Pasal-Pasal Perjanjian). Jadi, meskipun musuh-musuh keji yang kejam telah tanpa ampun menyerang dolar Zimbabwe, dimana negara itu adalah produsen utama emas, namun tidak dapat memperkenalkan koin emas di pasar untuk memecahkan masalah inflasi yang tak terkendali karena solusi alamiah seperti itu secara tidak adil dilarang oleh apa yang disebut sebagai hukum internasional oleh para majikan-budak.
Dari pinjaman uang dengan bunga hingga ke kriminalitas
Al-Qur’an, seperti halnya Alkitab, telah melarang pinjaman uang dengan bunga:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah Riba (yaitu bunga pinjaman) yang berlipat ganda jika kamu orang-orang yang beriman, dan jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (Al Qur’an, Al Baqarah, 2:279).
‘Meminjamkan uang dengan bunga’ bukanlah sebuah transaksi bisnis karena pemberi pinjaman sebagian besar terlindungi dari kerugian. Sebagai konsekuensinya, ketika perbankan modern (dan ini termasuk lembaga kredit) menguasai sebuah perekonomian, kekayaan tidak lagi beredar melalui perekonomian seperti itu. Orang kaya tetap kaya secara permanen dan terus bertambah kaya. Sebaliknya, orang miskin menderita penindasan kemiskinan permanen dan terus bertambah miskin. Al-Qur’an telah menetapkan aturan yang memastikan hal tersebut:
“. . kekayaan tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kamu” (Al-Qur’an, al-Hasyr, 59:7).
Nabi Muhammad telah mengutuk keempatnya, dan menyatakan bahwa mereka semua sama-sama bersalah: “Orang yang mengambil bunga, orang yang membayar bunga, orang yang mencatat transaksi, dan dua orang yang menjadi saksi transaksi.”
‘Ayam akhirnya pulang ke kandangnya untuk bertengger’ ketika masyarakat seperti itu membayar harga atas ketidakadilan ekonomi pemberi pinjaman dengan merajalelanya tindak kriminalitas yang tak terkendali seperti perampokan bersenjata, penculikan, dan pembunuhan yang tidak berperikemanusiaan. Itulah keadaan masyarakat saat ini. Presiden Kuba, Fidel Castro, pernah menggambarkan kondisi ekonomi dunia dalam bahasa yang sama: “Belum pernah umat manusia memiliki potensi ilmiah dan teknologi yang begitu hebat, kapasitas yang luar biasa untuk menghasilkan kekayaan dan kesejahteraan, tetapi belum pernah terjadi kesenjangan dan ketidakadilan yang begitu besar di dunia.” Dia menanggapi penindasan ekonomi ini dengan menyatakan bahwa: “dibutuhkan Nuremberg yang lain untuk dapat menghakimi tatanan ekonomi yang tidak adil ini.”
Partai-partai politik, pemerintah, bank, pengusaha, dan lain-lain yang membangun, mendukung, dan membenarkan ekonomi riba suatu hari nanti harus bertanggung jawab atas ketidakadilan ekonomi yang diakibatkannya. Selama mereka tidak berpaling dari ketidakadilan ekonomi seperti itu, maka kejahatan (kriminalitas) akan terus menghantui seluruh tatanan masyarakat.
Tentu saja, hubungan antara ketidakadilan ekonomi dan masyarakat yang sarat dengan kejahatan saat ini akan terputus secara dramatis ketika Isa (Yesus) ‘alaihissalam datang kembali dan koin emas dan perak kembali digunakan sebagai mata uang, peminjaman uang dengan bunga dihukum dengan pedang, tangan pencuri dipotong, dan keadilan ditegakkan di pasar yang bebas dan adil. Kebenaran kemudian akan menang atas semua rivalnya. Pada saat itu, mereka yang sekarang mengobarkan perang yang tidak adil terhadap Islam dan menindas umat Islam untuk mempertahankan dominasi ekonomi dan politik mereka yang biadab terhadap seluruh umat manusia, akan dibuang ke tempat sampah sejarah!
Imran N. Hosein @2008
Editorial dan Terjemahan oleh Awaluddin Pappaseng Ribittara