“Barangsiapa membaca Surah Al Kahfi pada hari Jum’at, niscaya dia akan tersinari cahaya antara dirinya dengan Ka’bah” (HR. Ad Darimi & Baihaqi)
Jika mengutip pendapat Wahbah Zuhayli dalam Tafsir Al Wajiz. Kata “cahaya” bisa bermakna inderawi dan maknawi. Dengan memadukan perspektif inderawi dan maknawi dalam hadits di atas, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih utuh tentang apa hubungan Surah Kahfi, hari Jum’at, Cahaya, dan Ka’bah.
Secara inderawi, Dzat Allah sendiri adalah Cahaya, tirai-Nya merupakan Cahaya yang jika Dia berkenan menyingkapnya pancaran sinar wajah-Nya pasti membakar makhluk sejauh pandangan mata-Nya. Melalui Dzat-Nya yang bercahaya, Arsy beserta langit seisinya bercahaya.
Sementara itu, Cahaya yang bersifat maknawi adalah Cahaya Allah yang berupa hidayah (petunjuk), keimanan, dan kebenaran yang kemudian Allah limpahkan kepada orang-orang beriman. Cahaya di hati orang-orang beriman, melahirkan pengetahuan-pengetahuan dan rahasia dari ma’rifatullah.
Orang yang mendapatkan pencahayaan dari Allah Ta’ala, hatinya akan semakin bersih, tidak tergoda oleh buaian kotoran maksiat karena saking beningnya cahaya Allah, seperti permisalan pohon zaitun yang disinari sepanjang hari (An Nur:35).
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa manusia dan Allah SWT bisa memiliki hubungan “saling keterkaitan“. Manusia yang disinari Nur-Nya mempunyai cahaya kecil yang terhubung dengan Nur Ilahi. Cahaya kecil tersebut sebagai jalan manusia untuk mendekatkan diri kepada Cahaya Allah yang hakiki.
Sedangkan, Ka’bah adalah salah satu titik lokasi istimewa di bumi yang berhubungan dengan “keterkaitan dengan Allah Ta’ala“. Ka’bah memiliki batu yang berasal dari surga, yaitu Hajar Aswad.
Secara inderawi, orang beriman yang membaca Surah Al Kahfi akan memiliki hubungan vibrasi gelombang antara dirinya dengan Ka’bah (Hajar Aswad) untuk menuju Allah Ta’ala sehingga bisa mendapatkan Cahaya-Nya.
Hubungan titik-titik Cahaya ini tergambar dalam peristiwa agung Isra Mi’raj Rasulullah SAW, dimana Rasulullah SAW mengawali titik Isra dari Masjidil Haram (Ka’bah/Hajar Aswad) dan mengawali titik Mi’raj dari Masjidil Aqsa (Qubah Shakhrah). Hajar Aswad dan Shakhrah keduanya merupakan batu yang berasal dari surga.
Secara maknawi, orang beriman yang membaca Surah Al Kahfi di hari Jum’at, bisa dengan lebih mudah dan lebih cepat dalam mendapatkan petunjuk, ilmu, pengetahuan, hikmah, pemahaman tentang berbagai fenomena yang terjadi, menyingkap berbagai rahasia, mengungkap kebenaran, tidak tertipu oleh tipudaya Dajjal, dsb.
Kemudian ada apa dengan hari Jum’at? Hari Jum’at merupakan hari yang disucikan oleh umat Islam. Rasulullah SAW bersabda,
“Hari terbaik di mana matahari terbit di dalamnya ialah hari Jumat. Pada hari itu Adam Alaihissalam diciptakan, dimasukkan ke surga, dikeluarkan daripadanya dan kiamat tidak terjadi kecuali di hari Jumat.” (H.R Muslim).
Wallahu a’lam bishshowab.
Agus Santoso, Pemerhati Eskatologi Islam