Dimensi Waktu Material dan Spiritual

Tidak akan terjadi hari Kiamat, hingga waktu semakin berdekatan” (HR. Bukhari).

Salah satu tanda semakin dekatnya Hari Kiamat adalah waktu seolah dirasakan semakin cepat dan dipersepsikan semakin berdekatan. Sehari rasanya tak cukup untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk. Sehari rasanya tak terasa ketika menikmati berbagai macam hiburan dan beraneka ragam destinasi wisata.

Sesuai fitrahnya, waktu di bumi ini sebenarnya tidak semakin cepat. Allah SWT telah menciptakan sistem alam semesta ini dengan teratur dan tidak berubah hingga kiamat tiba. Allah SWT berfirman,

Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.” (QS. Ar Rum : 30).

Perubahan yang terjadi justru dari perilaku manusia, sehingga mengubah sistem hidup yang semakin jauh dari fitrah. Berubahnya pola aktivitas, pola kerja, pola hidup, pola lingkungan, dan perubahan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan yang semakin memangkas jarak dan waktu, membuat waktu seolah dipersepsikan semakin cepat.

Sabda Rasulullah ﷺ :

 لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونُ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ وَالشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ وَتَكُونُ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ وَيَكُونُ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ وَتَكُونُ السَّاعَةُ كَالضَّرَمَةِ بِالنَّارِ

“Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ berkata: Kiamat tidak akan terjadi hingga waktu terasa berlalu begitu cepatnya. Satu tahun terasa seperti satu bulan, satu bulan seperti seminggu, satu minggu seperti satu hari, dan satu hari seperti satu jam, dan satu jam seperti kedipan mata.” (HR: Ahmad).

Abu Hurairah mendengar Nabi ﷺ berkata:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ الْقَتْلُ حَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ فَيَفِيضَ

“Nabi ﷺ bersabda: “Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali setelah hilangnya ilmu, banyak terjadi gempa, waktu seakan berjalan dengan cepat, timbul berbagai macam fitnah, Al haraj -yaitu pembunuhan- dan harta melimpah ruah kepada kalian.” (HR: al-Bukhari).

 

Dan itu sudah terjadi saat ini! Hampir sebagian besar orang, terutama di daerah perkotaan, telah merasakan waktu seolah bergulir lebih cepat. Tak terasa, sebulan seolah terasa sepekan, sepekan seolah terasa sehari. Sehari seolah terasa sejam. Sejam seolah terasa sepemantikan api.

Jika ditinjau dari perspektif neurologi dan sufisme, pola hidup sebagian besar orang saat ini, telah semakin mereduksi peran otak pikir (neocortex brain) dan hati (qolbu). Berbagai tontonan di TV dan di Smartphone yang terhubung jaringan internet, sebagian besar telah memanjakan otak nafsu (reptilian brain) dan otak imajinasi (limbic brain).

Demikian juga dengan budaya kerja dan aktivitas keseharian. Dituntut untuk memenuhi kebutuhan material dan fisik semata. Semuanya dijadwal. Semuanya ditarget. Seperti robot. Demi orientasi pemenuhan kebutuhan material semata. Hampa dengan tuntunan spiritual.

Sehingga waktu sehari selalu dirasakan kurang, karena target tak tercapai dan volume pekerjaan teramat banyak. Padahal, jika dikembalikan kepada ritme gerak nafas dan aktivitas dengan tuntunan Al Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW,  kita akan dibawa kembali kepada satuan waktu yang sama sejak awal diciptakan.

Beberapa produk teknologi saat ini, semakin menjauhkan manusia dari fitrah. Ini titik krusialnya. Sehingga kita dituntut untuk lebih bijak dalam menggunakan teknologi. Allah SWT menghendaki agar manusia tetap memperhatikan hubungan dengan alam, dengan seluruh ciptaan Allah lainnya. Salah satu benda alam (makhluk ciptaan Allah) yang dijadikan sebagai acuan waktu adalah bulan.

Maulana Syeikh Imran Nazar Hosein selalu berpesan untuk senantiasa terhubung dengan memperhatikan bulan sebagai acuan waktu dan acuan metodologi pembacaan Al Qur’an setiap harinya. Sistem standar waktu saat ini yang diciptakan oleh Dajjal, telah memisahkan keterhubungan itu. Jadi, memang perubahan ini dilakukan by design, ada aktor di belakangnya. Siapa lagi kalau bukan Ya’juj dan Ma’juj, sang aktor pembuat kerusakan di muka bumi.

Jadi, kembalilah perhatikan bulan agar senantiasa terhubung dengan “fitrah waktu” dan tetap “menginjak bumi“. Sehingga gerak langkah hidup manusia modern saat ini yang kian terlena dengan kesibukan dan kesenangan yang seolah “melayang” dan “melipat waktu”, lambat laun bisa kembali normal sesuai fitrah.

Tetap jadikan perubahan bentuk siklus bulan dari mulai hilal, purnama, hingga menghilang dan muncul hilal kembali sebagai parameter waktu dalam satuan bulan. Allah SWT telah menghubungkan pembacaan Al Qur’an dengan bulan dengan standar waktu ideal membaca Al Qur’an sekali khatam dalam satu bulan yang terdiri atas 29 hari atau 30 hari. Dan tak ada lagi hitungan bilangan bulan selain itu.

Dengan menjaga hati dan pikiran senantiasa sesuai fitrah dan terhubung dengan seluruh ciptaan Allah SWT (sehingga dengan demikian dapat terhubung dengan Allah SWT), maka kita akan terlepas dari jebakan waktu yang seolah terasa semakin cepat. Tidak terjebak oleh sistem kehidupan dunia saat ini yang semakin mengarah kepada satu dimensi saja, yakni dimensi kehidupan material tanpa spiritual.

Wallahu a’lam bishshowab.

Agus Santoso, Pemerhati Eskatologi Islam

Recommended Posts