Jika Tuhan adalah seorang laki-laki, itu adalah kabar buruk bagi perempuan – karena maskulinitas akan menjadi bersifat ilahi – dan oleh karena itu hanya laki-laki yang akan diciptakan menurut citra ilahi. Hal ini menjelaskan mengapa revolusi feminis telah mendefinisikan ulang Tuhan sebagai laki-laki dan perempuan. Islam menyatakan bahwa Allah Yang Maha Tinggi menciptakan laki-laki dan perempuan, tetapi Dia bukan laki-laki dan bukan perempuan. Selain itu, Dia tidak pernah menampakkan diri dalam pribadi seseorang, baik laki-laki maupun perempuan. Maka, baik pada saat penciptaan, maupun pada saat sesudahnya, laki-laki tidak pernah didefinisikan sebagai perempuan dalam Islam. Dengan demikian, Islam memiliki keunikan tersendiri dalam memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berdoa kepada Tuhan yang bukanlah laki-laki.
Islam juga tidak pernah mendiskriminasi antara laki-laki dan perempuan dengan cara yang tidak adil. Seorang perempuan mengadu kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa wahyu ilahi di dalam Al Qur’an hanya ditujukan kepada kaum laki-laki saja. Bagaimana dengan perempuan? tanyanya. Sebagai jawabannya, wahyu turun dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang laki-laki dan perempuan secara berulang-ulang sehingga masalah ini menjadi jelas bahwa Allah Yang Maha Tinggi tidak membeda-bedakan gender dengan cara yang tidak adil. Nabi yang diberkahi menyatakan bahwa semua manusia (laki-laki dan perempuan) akan berdiri di hadapan Allah di Hari Akhir “sama di hadapan-Nya bagaikan gerigi sebuah sisir.”
Namun demikian, Islam menggunakan filosofi gender yang memperkuat perbedaan fungsional antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, dan itulah yang menjadi fokus dari tulisan ini. Al-Qur’an mengajarkan secara analogis bahwa sebagaimana siang dan malam secara fungsional berbeda namun saling terkait, demikian pula laki-laki dan perempuan. Yang menjadi catatan penting adalah bahwa jika hal ini diubah, jika ‘malam’ berusaha menjadi ‘siang’ dan tatanan sakral gender diputarbalikkan, seperti yang terjadi pada revolusi feminis modern, maka anarki dan disintegrasi masyarakat yang terjadi akan setara dengan malapetaka yang dahsyat. Proses perombakan tatanan sosial telah dimulai. Layanan kepolisian mengetahui hal ini dengan cukup baik. Namun begitu banyak orang yang memiliki mata namun tidak dapat melihat, dan tidak dapat menghubungkan ‘sebab’ dan ‘akibat’.
Al-Qur’an secara jelas telah menetapkan bahwa laki-laki memiliki (sejumlah) otoritas atas perempuan, dan telah mewajibkan seorang perempuan untuk taat kepada suaminya (atau walinya). Dalam hubungan ini, Islam telah berusaha keras untuk menegaskan kembali tatanan alamiah yang berkaitan dengan status, peran, dan fungsi gender dalam masyarakat. Pertimbangkanlah hal-hal berikut ini:
- Al-Qur’an menyebut Allah Yang Maha Tinggi dalam bentuk maskulin, dan tidak pernah dalam bentuk feminin. (Jenis kelamin maskulin dalam bahasa Arab tidak selalu berkonotasi dengan maskulinitas).
- Para Nabi yang diutus oleh Allah kepada umat manusia untuk menjadi pembimbing dan pemimpin spiritual adalah laki-laki. Tidak pernah ada Nabi perempuan. Namun ada upaya sesat dari Eropa yang berusaha mempromosikan Maria menjadi Nabi.
- Meskipun malaikat tidak berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, Al-Qur’an memberi mereka nama laki-laki dan mengutuk mereka yang memberi nama malaikat dengan nama perempuan.
- Ketika seorang anak lahir, sebuah pesta syukuran yang disebut ‘Aqiqah’ diadakan. Untuk anak laki-laki, dua ekor hewan harus dikorbankan, tetapi anak perempuan hanya membutuhkan satu ekor hewan.
- Nabi bersabda bahwa “shaf terbaik (dalam salat berjamaah) bagi laki-laki adalah yang pertama, dan yang terburuk adalah yang terakhir. Dan shaf terbaik bagi wanita adalah yang terakhir, dan yang paling buruk adalah yang pertama” (HR. Muslim).
Dengan demikian, kaum laki-laki ditempatkan secara fisik di depan kaum perempuan dalam shalat di sepanjang waktu. Seorang wanita Amerika yang sesat, dengan gaya Yankee yang sebenarnya, baru-baru ini menempatkan dirinya di depan semua lelaki Muslim dan memimpin mereka dalam shalat berjamaah yang sama sekali tidak sah di sebuah gereja Kristen-Eropa. Amerika adalah tempat yang aneh!
Setiap pagi ketika sinar matahari yang berkilauan menyelimuti kita saat kita menyambut datangnya ‘siang’ sebagai ‘siang’, dan setiap malam ketika kita menatap dengan kagum romantisme bintang-bintang dan sinar bulan dan mengenali ‘malam’ sebagai ‘malam’, kemegahan dan simfoni yang harmonis dari gender menyelimuti kita. Inilah yang ingin dilestarikan oleh Islam, bahkan ketika dunia Eropa yang pada dasarnya tidak bertuhan dan tiruannya di seluruh dunia berjuang untuk memutarbalikkannya.
Imran N. Hosein
Editorial dan Terjemahan oleh Awaluddin Pappaseng Ribittara