Umat Islam sejati yang benar-benar setia dan memegang teguh Al Qur’an dan As Sunnah yang murni, di akhir zaman akan kembali dianggap asing dan aneh oleh masyarakat kebanyakan, seperti pada saat Islam diajarkan pertama kali kepada kaum Quraisy Mekah.
“Islam muncul pertama kali dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti saat kemunculannya. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing (al ghuraba) itu.”
Seorang sahabat, Abdullah bin Amru bertanya, “Ya Rasulallah, siapa orang-orang terasing yang engkau maksud?” Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wasallam menjawab, “Mereka itu orang-orang yang berbuat kebaikan di saat orang lain melakukan berbagai bentuk kerusakan.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wasallam menjawab, “Mereka adalah orang-orang shalih, yang jumlahnya sedikit di antara sebagian besar manusia yang buruk. Orang yang menentang mereka lebih banyak daripada orang yang menaatinya.”
Al-Hasan رضي الله عنه berkata, “Orang beriman di dunia seperti orang asing (aneh) tidak takut akan penghinaan, dan tidak bersaing dalam kemuliaannya.”
Satu hal penting sebagai hikmah dari Hadits ini adalah bahwa Fenomena Al Ghuraba mengindikasikan masyarakat secara umum sudah menyimpang sangat jauh dari tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah, sehingga telah menganggap bahwa apa yang diyakini, dijalani, dan diamalkan oleh mereka adalah ajaran yang benar.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Mereka telah berada dalam kegelapan Cahaya Petunjuk dari Allah Ta’ala. Sehingga ketika kebenaran yang asli dan hakiki dari Al Qur’an dan As Sunnah datang, mereka menganggapnya sebagai kesesatan, sebagai sesuatu yang dianggap baru yang berbeda dengan anggapan mereka dan nenek moyang mereka.
Seperti itulah selalu sejarah berulang. Di setiap kali Allah SWT mengutus seorang Nabi atau Rasul atau Pengikut Rasul atau Orang Shalih kepada suatu kaum. Maka kondisi kaum itu sudah sedemikian parah menyimpang dan akhirnya menolak ajaran lurus dan cahaya kebenaran yang dibawa oleh mereka, karena dianggap aneh.
Ciri lain Al Ghuraba adalah mereka menjauhi dan menghindari kabilah-kabilah atau kelompok-kelompok atau firqah-firqah atau organisasi-organisasi, dan sebagainya.
Karena jika sudah terikat terhadap satu organisasi atau mazhab atau lainnya, maka akan sulit melepas ikatan-ikatan lainnya, seperti nama baik organisasi, nama baik ulamanya, hubungan dengan luar, hingga sulit menolak kebijakan yang bertentangan dengan syariah dan permasalahan kompleks lainnya.
Kondisi seperti itu sejalan dengan makna dari pena’wilan kisah Khidir ‘alayhis salam ketika membocorkan perahu sebagai langkah antisipatif bahwa di akhir zaman akan ada satu penguasa (raja) dunia yang jahat yang akan merampas semua perahu.
Di mana perahu bisa bermakna setiap bentuk entitas organisasi, baik organisasi bisnis (perorangan atau perusahaan publik), maupun non bisnis (ormas, yayasan, pemerintahan, dsb.), tempat orang-orang mencari penghasilan atau aktivitas kehidupan lainnya.
Sang penguasa dunia yang jahat tersebut saat ini tengah bekerja dari balik layar dan telah mencoba merampas berbagai macam perahu dengan berbagai cara, mulai dari mengakuisisi (membeli saham) perusahaan, memberikan bantuan dana amal (charity), memberikan “bantuan” hutang kepada setiap pemerintahan, dan bentuk perampasan lainnya.
Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wasallam juga mengatakan dalam Hadits Riwayat Muslim bahwa orang-orang Al Ghuraba ini berupaya untuk “berlindung di antara dua masjid sebagaimana ular berlindung dalam lubangnya“.
Di mana mereka senantiasa menautkan hati, pikiran, dan perbuatannya kepada tuntunan Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wasallam yang dengan konsisten berjuang mempertahankan kemurnian ajaran dan petunjuk yang lurus dari Allah SWT di dua “homebase” Mekah (sebagai kiblat dari ajaran keislaman mereka) dan Madinah (sebagai keteladan dari konteks kehidupan berbangsa, benegara dan bermasyarakat dalam islam) yang di akhir zaman akan direstorasi oleh Imam Al Mahdi.
Dalam Surah Al-An’am ayat 116, Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanyalah persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.”
Wallahu a’lam bishshowab.
Agus Santoso, Pemerhati Eskatologi Islam