Mata Hati dan Indikator Fitrah

Sosok aktor penipu super ulung dan  tingkat tinggi di akhir zaman adalah Dajjal. Jenis tipuan yang dia lancarkan tentu tidak akan mudah dideteksi. Wajar jika sebagian besar orang akan tertipu dan masuk ke dalam perangkapnya. Satu poin yang harus diperhatikan adalah jika hanya mengandalkan analisis yang bersifat logis empiris, maka niscaya bakal tertipu.

Bagaimana caranya agar kita bisa mendeteksi gerak langkah Dajjal? Salah satu pondasinya adalah kita harus menghidupkan mata hati. Namun celakanya, ternyata mata hati dari setiap umat manusia inilah jua yang “diserang” dan “dilumpuhkan” oleh Dajjal, melalui tipu dayanya yang luar biasa.

Umat manusia yang hidup di akhir zaman, pasca Rasulullah Shallalaahu ‘alayhi wasallam wafat, terancam kehilangan penglihatan mata hatinya. Sebagian besar manusia bahkan tak menyadari bahwa mata hatinya telah buta. Sehingga tak mampu mendeteksi gerak langkah Dajjal.

Mereka seolah sudah hidup aman, nyaman, normal, dan selamat sebagai Muslim. Setiap hari melakukan berbagai macam ibadah dengan tekun. Namun ternyata sudah berada di dalam pangkuan sistem hidup Dajjal yang telah melenceng jauh dari fitrah yang Allah tetapkan dalam Al Qur’an dan Sunnah.

Orang-orang yang buta mata hatinya, akan terjebak masuk ke dalam aliran sungai (air) Dajjal yang seolah dingin. Sementara orang-orang yang hidup mata hatinya, akan mendapatkan Api Dajjal, yang seolah panas membakar. Itulah perumpamaan yang telah dinubuwwahkan oleh Rasulullah Shallalaahu ‘alayhi wasallam dan yang saat ini sedang terjadi.

Rasulullah Shallalaahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Dajjal itu membawa air dan api, yang kelihatan api sebenarnya adalah air dingin, dan yang kelihatan air sebenarnya adalah api.” (HR. Bukhari).

Apa yang nampak dan ditampilkan oleh Dajjal, berbeda dan berkebalikan dengan kenyataannnya secara hakiki. Penampakan dan Realitas akan selalu berbeda (bertentangan). Apa yang dibawa oleh Dajjal seolah kemajuan yang hebat, seolah solusi dari masalah, seolah kemudahan, seolah bantuan dan pertolongan, dibungkus teknologi canggih, direkomendasikan oleh para ahli, dan sebagainya.

Padahal di balik itu, justru sebaliknya! Dajjal membawa umat manusia kepada kerusakan, kepada kebatilan, kepada kekufuran, kepada pemisahan agama dalam kehidupan, kepada pengingkaran terhadap akhirat, dan ujungnya kepada pengingkaran terhadap Allah Ta’ala.

Kemampuan mata eksternal (mata lahiriah empiris) tak akan mampu menembus dan mendeteksi eksistensi Dajjal. Mata Hatilah yang mampu menembusnya. Pertanyaannya, bagaimana caranya bisa membedakan mana agenda Dajjal dan mana yang bukan?

Mata hati yang hidup dan yang mampu membaca serta memahami berbagai fenomena, juga berarti memiliki kejernihan berpikir. Salah satu indikator yang bisa dideteksi dengan relatif lebih mudah oleh akal pikiran yang jernih dan pengamatan eksternal adalah “indikator fitrah”.Jadi, jika sebuah program, aktivitas atau agenda yang dilakukan oleh siapapun dan pihak manapun, selama memiliki muatan merusak fitrah kehidupan yang telah digariskan oleh Allah Yang Maha Menciptakan, maka bisa jadi terindikasi kerusakan yang pada akhirnya akan mengarah pada jalur menuju Dajjal.

Mata hati atau melihat dengan hati dalam Islam juga dikenal dengan sebutan Bashirah, dimana Syekh Maulana Imran Hosein telah menjabarkannya sebagai berikut:

Bashirah adalah kemampuan manusia untuk dapat melihat, mendengar dan memahami melalui penglihatan dan pendengaran bathin (ruhnya), dimana hal ini hanya dapat terealisasi ketika Allah telah menempatkan cahaya-Nya (Nur) di dalam hati manusia.

Ketika Allah telah menempatkan Nur (Cahaya)-Nya ke dalam hati manusia, maka ia akan dapat berpikir kritis dan bereaksi dengan metode yang tepat dan benar berpandukan pada Al Qur’an sebagai Al Haqqul Yaqin dan Al Furqan, dan ia akan dapat menemukan sistem makna (pemahaman) dari gugusan-gugusan bintang yang berada di dalam Al Qur’an  untuk menjadi petunjuk arah baginya dalam memperluas cakrawala pengetahuannya dan dalam menyikapi serta merespon dengan baik dan benar akan seluruh pengetahuan (wawasan) yang ia dapatkan.

 

Wallahu a’lam bishshowab.

Agus Santoso, Pemerhati Eskatologi Islam

Recommended Posts