Ia sangat cantik seperti seorang putri dari Sudan, seorang putri Muslimah asal Afrika dari Deigo Martin yang menikah di Masjid San Fernando Jama pada hari Jumat lampau dengan seorang ulama Afro-Suriname yang terhormat dan juga saudara tercinta saya, Shaikh Ali Mustafa Seinpaal. Bahkan dia pun memiliki nama Afrika yang berarti ‘ratu’.
Ayahnya telah meninggal dunia, dan ia meminta saya untuk menggantikannya dan menikahkannya. Dengan demikian, saya menjadi wali nikahnya. Dia adalah satu-satunya Muslim di keluarganya, tetapi anggota keluarganya hadir di pernikahan tersebut. Ibunya memberi tahu saya dengan senyum hangat bahwa ia berasal dari Grenada, dan, seperti orang Grenada pada umumnya, ia dan seluruh keluarganya sangat ramah terhadap kami, para Muslim. Mereka tidak bisa, dan tidak akan, menjadi bagian dari ‘perang melawan Islam’ yang sekarang sedang berkecamuk di seluruh dunia.
Sang Putri telah menjadi seorang Muslim karena pengaruh ceramah Maulana Siddiq Nasir yang disiarkan di radio. Dia mendengarkan kata-katanya dan itu menyentuh hatinya, dan dia masuk Islam dengan sendirinya. Beberapa tahun yang lalu ia menjadi murid saya dan saya kagum dengan dedikasinya yang tulus dalam menuntut ilmu. Saya harus mengakui bahwa sayalah yang pertama kali berbicara dengan Shaikh Ali Mustafa beberapa waktu sebelumnya tentang dia.
Dan sekarang untuk pernikahan itu sendiri – dia sangat senang bahwa Maulana Siddiq Nasir, yang melalui khotbahnya dia tertarik pada Islam, hadir dalam pertemuan itu dan akan menyampaikan khotbah tentang pernikahan. Namun sebelum itu terjadi, saya harus terlebih dahulu menemuinya dan memastikan kembali bahwa ia telah mengizinkan saya untuk menjadi wali nikahnya. Kemudian dilanjutkan dengan lamaran pernikahan yang diberikan oleh Shaikh Ali Mustafa.
Berhubung adab Islam mensyaratkan bahwa wanita duduk di belakang (dan bukan di depan) pria di Masjid, maka mempelai wanita duduk di belakang para pria dan saya harus menyampaikan lamaran pernikahan kepadanya untuk mendapatkan persetujuannya. Hukum mengharuskan dia untuk berbicara dan mengatakan Tidak! jika dia menolak lamaran tersebut, dan karena seorang wanita tidak dapat dinikahi di luar keinginannya dalam Islam, maka itu akan menjadi akhir dari proses. Namun jika ia menerima lamaran tersebut, maka diamnya berarti secara hukum menyiratkan persetujuan. Ia juga harus menyetujui mahar yang ditawarkan dalam lamaran tersebut.
Saya membawa dua orang saksi untuk menyaksikan kejadian tersebut. Tetapi mereka haruslah orang-orang yang kesaksiannya dapat diterima di pengadilan. Hukum Allah sedemikian rupa sehingga seseorang yang berbohong (“Saya adalah ahli tipu daya”) tidak dapat menjadi saksi karena kesaksiannya tidak akan berharga sama sekali di pengadilan manapun yang beroperasi sesuai dengan hukum Allah.
Ketika saya kembali dengan kabar gembira bahwa lamaran dan mahar telah diterima, Maulana Siddiq Nasir kemudian menyampaikan khotbah pernikahan. Beliau mengingatkan para hadirin, dan juga pasangan tersebut, bahwa Al-Qur’an telah menyatakan bahwa Allah Yang Maha Tinggi telah “menciptakan pasangan-pasangan untuk kalian dari diri kalian sendiri agar kalian dapat hidup bersama mereka dalam kedamaian, kebahagiaan, dan ketenangan, dan telah meletakkan di antara hati kalian cinta dan kebaikan, dan sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang merenungkan fenomena-fenomena tentang itu.”
Setelah itu, tibalah saatnya bagi saya untuk secara resmi menikahkan sang Putri, dan mempelai pria mengucapkan kalimat, “Dengan ini saya nikahi kamu atas nama Allah yang Maha Suci.”
Upacara pernikahan yang sederhana itu kini telah usai. Maulana Mushtaq Sulaimani dari Pakistan kemudian memanjatkan doa untuk memohon berkah dari Allah atas pernikahan tersebut. Dan ini diikuti dengan acara makan siang pernikahan.
Imran N. Hosein
Editorial dan Terjemahan oleh Awaluddin Pappaseng Ribittara
Poin-poin pelajaran dari artikel pendek tentang proses dari pernikahan putri muslimah di atas antara lain adalah:
- Adanya wali nikah yang ditunjuk oleh seorang putri muslimah yang akan menikahkannya.
- Adanya proses lamaran pernikahan dimana calon mempelai wanita harus duduk di belakang para pria yang menjadi saksi dan wali nikah serta calon mempelai pria.
- Calon mempelai wanita harus berbicara dan mengatakan tidak! ketika ia menolak lamaran yang diajukan, namun ketika ianya diam, itu berarti dia setuju terhadap proses lamaran dari calon mempelai pria dan dengan demikian ia harus menerima dan menyetujui mahar yang ditawarkan oleh calon mempelai prianya.
- Mahar ditentukan oleh calon mempelai pria bukan sebaliknya.
- Kehadiran dua saksi yang jujur, amanah dan bisa dipertanggung jawabkan kesaksiannya di hadapan Allah.
- Sesungguhnya terdapat tanda-tanda bagi mereka yang merenungkan fenomena-fenomena tentang hikmah dari pernikahan di antara mereka.
- Prosesi lamaran pernikahan yang diakhiri dengan mempelai pria mengucapkan kalimat, “Dengan ini saya nikahi kamu atas nama Allah yang Maha Suci.”
- Acara pernikahan tidak perlu mewah, megah dan gemerlap. Karena kesederhanaan adalah segalanya dan sudah lebih dari cukup akan persyaratan yang dibutuhkan dalam sebuah acara pernikahan.