Segala pujian ditujukan untuk Allah, Penguasa semua dunia, yang Maha Pengasih, Maha Memaafkan. Dan semua berkah dari Allah (SWT) diberikan kepada RasulNya, Muhammad (SAW), yang dikirim oleh Allah (SWT) dengan Al Huda (panduan) dan Diin Al Haaq (cara hidup yang didirikan dengan kebenaran dari Allah) yang telah berhasil dilaksanakan (terhadap cara hidup yang lain) , secara pribadi, maupun dalam masyarakat, kehidupan di dunia, maupun selanjutnya. Fungsi Islam di dunia ini dalam kehidupan manusia, adalah untuk menjadi kekuatan dalam pembebasan manusia dari segala bentuk penindasan. Dan di dalam kehidupan selanjutnya (akhirat) adalah bentuk penyelamatan dan tujuan utama dari kehidupan di dunia. Allah (SWT) telah mengirim Ad Diin Al Haaq supaya tatanan ini dapat menang dari segala tatanan kehidupan yang lain. Semua fungsi dari Ad Diin Al Haaq telah terpenuhi pada saat hidupnya Nabi Muhammad (SAW). Dan setelah kematian Beliau (SAW), perjuangan dan misi suci bagi Muslim adalah untuk memastikan bahwa segala fungsi dari Ad Diin Al Haaq dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan di dalam umat Islam.
Allah (SWT) menyatakan kepada mereka yang beriman bahwa hidupnya (sunnah) Muhammad (SAW) adalah bukti nyata yang sempurna untuk diikuti mereka jika mereka ingin diselamatkan dan ingin memenuhi tujuan hidup di dunia ini yaitu di akhirat, dan bahwa mereka yang beriman harus berhasil melaksanakannya:
Tentunya kamu akan menemukan (hidupnya) Utusan Allah sebuah sistem (perilaku) bagi mereka yang mengharapkan Allah dan hari akhir. Dan mereka yang berharap untuk selalu mengingat Allah. – Al Ahzab 33:21
Sistem Kenabian memiliki dua bentuk dasar; bentuk individu/pribadi dan bentuk sosial/kemasyarakatan/negara. Bentuk yang pertama berwujud hubungan pribadi antara Nabi (SAW) dengan Allah (SWT) dan juga dengan orang-orang yang beriman. Sedangkan yang kedua berwujud dengan segala hal yang dilakukannya sebagai pemimpin masyarakat/negara yang didirikannya. Untuk mengkonfirmasi sistem yang telah dijalankan Nabi (SAW) maka Muslim harus mengatur hidupnya sedemikian rupa sehingga dapat menyerupai kehidupan Nabi (SAW) baik secara pribadi maupun kolektif. Hanya mereka yang dapat mendirikan kehidupan mereka sesuai dengan ‘Sunnah’, baik secara individual maupun kerakyatan, dapat memiliki harapan kepada oleh Allah (SWT) di Hari Akhir.
Sunnah beliau hanya bisa jadi otentik, apapun keshahihannya, jika tidak berkonradiksi dengan Al Qur’an. Aisya (RAA), ibu dari orang-orang yang beriman menyatakan bahwa hidupnya Nabi (SAW) adalah perwujudan dari Al Qur’an. Para shabat Nabi juga yakin bahwa kesesuaian dengan Sunnah, ipso facto, kesesuaian dengan Al Qur’an. Kesimpulan ini bisa tercapai karena Nabi (SAW) hidup diantara mereka. Namun bagi kita, karena Nabi (SAW) tidak lagi bersama dengan kita, Al Qur’an telah menjadi panduan utama untuk mendirikan Sunnah. Sehingga hal ini memerlukan pengkajian Al Qur’an secara mendalam untuk menjadi dasar dan struktur masyarakat Islam.
Marilah kita melihat, bagaimana Muslim diatur dalam kehidupan bermasyarakat ketika masanya Nabi (SAW).
Masa Kenabian dibagi menjadi dua di dalam proses sejarah. Sebelum Hijrah dan sesudah Hijrah. Perbedaan dari keduanya adalah pada masa sesudah Hijrah, Muslim menguasai wilayah mereka sendiri yang memungkin mereka untuk mendapatkan kebebasan untuk taat dan patuh kepada Kekuasaan Mutlak dari Allah (SWT), dalam kehidupan pribadi mereka dan juga kehidupan kemasyarakatan, serta menerapkan perintah Allah (SWT) dalam aturan umum. Inilah yang disebut sebagai Dar Al Islam.
Pada masa awal setelah Hijrah, ketika Muslim tidak memiliki hak penuh dalam menguasai wilayahnya, sebuah perjanjian konstitusional yang disebut Miitahq Medinah (Konstitusi Medinah) dibuat oleh Nabi (SAW) yang menjadi dasar bagi model Plural Dal Al Islam. Konstitusi Medinah mengatur hubungan antar komponen negara, Muslim dan non Muslim, mengenai masalah pertahanan, hubungan luar negeri dan seterusnya, yang sangat penting bagi kelangsungan hidup komunitas Muslim. Semua pihak dalam perjanjian itu, baik Muslim dan non Muslim harus menjunjung tinggi kewajiban mereka di dalam perjanjian tersebut. Perjanjian yang memiliki sangsi kepada pelanggarnya.
Pada masa selanjutnya, setelah runtuhnya Miithaq Medinah, muncul kekuatan Muslim yang cukup kuat untuk mengatur wilayahnya sendiri. Sistem Dar Islam yang eksklusif ini dapat bertahan hingga Tahun 1924.
Dalam masa sebelum Hijrah, Muslim tidak memiliki hak untuk menguasai wilayah sehingga bisa dibahwa Dar Islam yang sebenarnya tidak ada pada masa sebelum Hijrah.
Walaupun demikian masa sebelum dan sesudah Hijrah memiliki persamaan, yaitu komunitas Muslim diatur oleh Nabi (SAW) sebagai sebuah Jama’ah yang dipimpin oleh satu pemimpin. Dengan kalimat lain, di kedua masa itu gembala digembalakan oleh satu penggembala. Dan sang penggembala menggembalakan kawanan gembala menurut ‘Panduan Suci’. Oleh karena itu adalah ‘Sunnah’ bagi Muslim secara kolektif untuk dipimpin oleh satu Amir sebagai Jama’ah. Dan Amir akan mengatur Jama’ahnya berdasarkan Al Qur’an dan contoh-contoh Kenabian. Ketaatan pada Amir adalah sebuah ketaatan religius.
Pada masa sebelum Hijrah, Nabi (SAW) melakukan perjalanan satu malam dari Mekah ke Jerusalem dan dari Jerusalem ke Surga (disebut Al Isra Al Mi’raj). Di dalam perjalanan itu hal yang sangat penting terjadi, jika melihat perjalanan diturunkannya Al Qur’an kepada Nabi (SAW), yaitu dibukanya dua ayat dari Surah Al Baqarah. Semua ayat Al Qur’an lainnya di buka di bumi. Dalam dua ayat tersebut (Al Baqarah 2:285-286) Allah (SWT) menggambarkan orang-orang Mukmin adalah orang-orang yang;
… mereka memiliki keyakinan kepada Allah, MalaikatNya dan Kitab-KitabNya, dan Utusan-UtusanNya…
Al Qur’an kemudian mengatakan bahwa Allah (SWT) menempatkan kata-kata ini kepada mereka sehingga mereka berkata (Allah membuat mereka berkata);
… kami tidak membedakan Utusan-Utusan kami. Dan mereka berkata: Kami (adalah orang-orang) yang mendengar dan mentaati…
Implikasi dari dua ayat ini yang diturunkan kepada Nabi (SAW) pada saat Mi’raj adalah bahwa Allah (SWT) sendiri yang menempatakan pernyataan di atas kepada orang-orang yang beriman (mukmin), yaitu pernyataan bahwa orang-orang yang beriman ‘mendengar’ lalu ‘mentaati’ sebuah intisari keimanan seorang Mukmin. Kedisiplinan dalam Jama’ah itu dibentuk melalui mendengar dan mentaati sehingga keamanan Jama’ah dapat dijamin dari serangan dari luar dan dalam.
Kafir Mekah pernah menawarkan sebuah resolusi, yang jika diterima, maka keutuhan masyarakat Mekah dapat dijaga, namun akan menimbulkan efek hancurnya kesatuan Jama’ah Muslim. “Jika kamu menyembah Tuhan kami maka kami akan menyembah Tuhan kamu!” begitulah tawaran mereka. Tawaran itu ditolak dimana Allah (SWT) menurunkan Surah Al Kafiruun, dimana Nabi (SAW) menyatakan kepada mereka:
Katakan: Wahai kalian yang menolak keimanan (kepada Islam), Aku takkan menyembah yang kamu sembah atau kamu takkan menyembah yang aku sembah. Aku takkan menyembah apa kamu ingin aku sembah, atau kamu akan menyembah yang aku sembah. Bagimu cara (hidup)mu bagiku cara (hidup)ku. (Al Kafiruun 109:1-6).
Allah (SWT) telah memutuskan bahwa Jama’ah Muslim pada saat sebelum Hijrah ini harus diselamatkan, bahwa kemurnian Jama’ah tidak boleh direduksi oleh sekulerisasi tatanan sosial Islam. Jika tawaran Quraish tadi diterima, maka tidak hanya kebenaran yang telah digadaikan, tetapi kemurnian Jama’ah Muslim akan tereduksi dan terhisap kepada kejahiliyahan Mekah.
Kemurnian Jama’ah pada masa setelah Hijrah juga telah dijaga oleh Nabi (SAW) melalui Miithaq Medinah yang beliau (SAW) buat dengan komponen masyarakat Medinah non Muslim. Miithaq Medinah mengatur permasalahan kebijakan luar negeri, keamanan negara, urusan umum antara Muslim dan Non Muslim, dan seterusnya. Sedemikian sehingga Muslim tidak harus mengkhianati Kekuasaan Tertinggi milik Allah (SWT).
Sehingga berikut adalah kesimpulan yang dapat kita ambil:
- Pengorganisasian masyarakat Muslim dalam satu Jama’ah yang dipimpin oleh satu Amir/Imam adalah sebuah bagian integral dari sistem yang disempurnakan oleh Nabi (SAW).
- Amir memiliki kewajiban dan tugas untuk melaksanakan tugas keseharian dalam mengatur masyarakat menurut Al Qur’an dan Sunnah, yakni menegakkan Syariat Islam. Mengenai hal ini kita akan mengutip nasihat perpisahan Nabi (SAW): “Aku meninggalkan dua perkara untuk kalian-selama kalian menggenggamnya maka kalian tidak akan tersesat-yaitu Kitab Allah dan Sunnahku!”
- Amir adalah seorang laki-laki Muslim dengan pemahaman Al Qur’an dan Sunnah yang baik. Jama’ah tidak akan lagi otentik ketika perempuan Muslim menjadi Amir hal ini karena Allah (SWT) telah menyatakan di dalam Al Qur’an (Al Nisa 4:35) bahwa laki-laki adalah pelindung perempuan, dan juga karena Nabi (SAW) telah mendirikan Sunnah dengan memilih laki-laki menjadi untuk menempati tempat-tempat kekuasaan di dalam Jama’ah.
- Amir haruslah seseorang yang telah menerapkan Al Qur’an dalam kehidupan personalnya dan juga kehidupan keluarga dan anggota keluarganya.
- Amir akan dipanggil di Akhirat nanti kehadapan Allah (SWT) untuk mempertanggung jawabkan urusan Jama’ah.
- Anggota Jama’ah memiliki kewajiban religius untuk taat dan mematuhi Amir selama ketaatan dan kepatuhan itu tidak membuatnya makar kepada Allah (SWT) dan Nabi (SAW). Mendengar dan mematuhi adalah esensi terpenting mengenai hal ini dimana untuk tidak mendengar dan mematahi akan membuatnya ‘berdosa’.
Sekarang marilah kita melihat implikasi dari apa yang telah diuraikan di atas dengan masyarakat Muslim di Amerika Utara, dan di tempat-tempat lain.
Implikasi Bagi Muslim di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada)
Muslim di Amerika Utara harus memahami hal ini dengan seksama karena mayoritas Muslim di sana diorganisasikan di dalam ormas-ormas Islam dan sebagainya. Organisasi-organisasi ini telah dibentuk agar tidak melanggar konstitusi negara dengan dibentuknya Dewan Pimpinan, Dewan Syura, dan seterusnya yang berfungsi untuk mengatur ormas-ormas Islam. Dewan-dewan ini (pejabat ormas) dipilih melalui pemilihan yang hanya dapat diikuti oleh anggota yang memiliki backing finansial. Pemilihan biasanya diatur melalui semacam pemilihan umum untuk mengkamuflasekan peranan finansial di dalamnya. Pemilihan akan menjadikan organisasi terpecah dengan pembentukan faksi-faksi dan golongan-golongan yang akhirnya menciptakan anarki dan kekerasan di lapangan. Inilah realita Amerika Utara dan juga di seluruh penjuru dunia pada saat ini.
Konstitusi negara dan juga AD ART organisasi melarang Ketua dan Dewan Syura ormas-ormas Islam untuk memaksakan syariat kepada anggota mereka baik dalam tingkatan sosial maupun kehidupan pribadi, atau konstitusi dan AD ART tidak menerangkan kewajiban anggota ormas kepada Ketua dan Dewan Syura sebagai kewajiban religius dimana jika melanggarnya akan mendapatkan dosa.
Suatu hari nanti Kami akan memanggil semua manusia dan pemimpin-pemimpin mereka, ditangan kanan mereka kami berikan catatan perilaku mereka yang akan mereka baca, dan mereka tidak akan dinilai dengan tidak adil. Namun mereka yang buta di dunia (meninggalkan Al Qur’an dan Sunnah), juga akan buta di Akhirat, dan sesat dari jalan yang benar. (Al Isra 17:71-72)
Muslim membanggakan diri karena jumlah mereka bertambah terus di Amerika Utara. Dan karena keberadaan Masjid sangat penting bagi pengembangan Islam baik dari Muslim penduduk asli maupun pendatang, jumlah Masjid makin lama makin bertambah. Walaupun jumlah masjid-masjid baru terus bertambah, namun kenyataannya kekuatan Islam makin lama makin menurun. Dan tidak lama lagi mereka akan menyatu dengan peradaban Barat modern yang tak bertuhan ini.
Mayoritas imigran Muslim yang sangat besar jumlahnya ini nantinya harus taat pada Konstitusi Amerika Serikat jika mereka ingin menjadi warga negara AS. Dan itu adalah ‘shirk’! mereka nantinya akan membeli mesin cuci, kulkas, televisi, mobil, dan seterusnya secara kredit yang berbunga. Mayoritas dari mereka akan menggunakan kartu kredit. Ini semua adalah riba! Setelah itu tidak akan lama lagi bagi anak-anak mereka untuk makan daging babi, minum bir, dan menggunakan kertas saat mereka di toilet.
Inilah kenyataan konkrit yang saya dapat ketika saya melayani Islam di Amerika Utara dari Tahun 1989.
Keadaan Sekarang
Sejak 1924, tidak ada Dar Al Islam di dunia Islam sebagai konsekuensi di larangnya Khilafah oleh DPR Turki (Turkish Grand National Assembly). Mengapa Khilafah dapat runtuh karena keputusan DPR Turki di Istanbul ini? Apakah tidak ada Dar Al Islam di bagian lain di bumi ini? Yaitu dimana Muslim dapat menguasai suatu wilayah dan mereka dapat menegakkan Kekuasaan Allah (SWT)? Jika memang ada wilayah tersebut maka Khilafah dapat ditegakkan kembali. Jawabannya adalah karena kekuatan yang telah melarang Khilafah di Turki, memastikan dengan segala upaya supaya Khilafah tidak dapat didirikan kembali di dunia ini.
Tidak ada satu wilayah pun di dunia ini dimana Muslim menguasainya agar Kekuasaan Allah (SWT) dapat ditegakkan kembali. Melihat hal ini maka dapat dikatakan bahwa Muslim saat ini telah kembali ke masa sebelum Hijrah. Dan tujuan Muslim saat ini adalah melakukan Hijrah dari Mekah ke Medinah sekali lagi. Fakta bahwa Muslim saat ini berada di masa sebelum Hijrah membawa kita ke beberapa permasalahan. Muslim mengetahui bahwa intisari dari system Kenabian adalah bahwa Muslim harus menjadi satu Jama’ah dan dipimpin oleh satu Amir. Namun sampai saat ini tidak ditemukan satu Jama’ah yang dipimpin oleh satu Amir. Dan semua usaha untuk mencapainya telah gagal. Apa yang harus dilakukan Muslim di Amerika Utara? Lalu apa yang harus dilakukan oleh Muslim di seluruh dunia. Inilah keadaan Muslim di saat ini!
Nabi Muhammad (SAW) sendiri telah meramalkan kedatangan masa memprihatinkan ini ketika beliau mengatakan bahwa Ummahnya akan menjadi 73 bagian (firaq) dan kesemuanya tersesat kecuali satu. Bagaimana kita dapat mengenali satu golongan yang tidak tersesat itu?
Memang tidak ada sumpah kesetiaan (Baiy’ah) pada masa sebelum Hijrah, sumpah itu baru ada pada masa setelah Hijrah. Semua sahabat, Tabi’iin, Tabi Tabi’iin memberikan sumpah mereka kepada Amir/Imam. Sayidina Imam Hussein (RAA) memberikan sumpahnya kepada Muawiyah (RAA). Tragedy Karbala terjadi karena Sayidina Imam Hussein (RAA) menolak memberikan sumpah kepada Yazid. Dan itu dia telah melakukan hal yang benar (Khilafah bukanlah monarki namun pemimpin dinilai berdasarkan ketaatan kepada Allah)
Oleh karena itu, golongan Muslim yang benar adalah golongan Muslim yang memiliki struktur Jama’ah yang dipimpin oleh satu Amir, yang mengatur urusan Jama’ah dengan kesesuaian kepada Al Qur’an dan Sunnah, yang mendapatkan legitimasi dari Jama’ahnya melalui institusi Baiy’ah (sumpah kesetiaan). Golongan Islam yang benar adalah golongan yang menggunakan A Qur’an sebagai satu-satunya Panduan bagi Muslim.
Tanziim Al Islami adalah salah satu Jama’ah yang benar. Dan mungkin tidak akan ada lagi yang seperti mereka. Namun mereka mengakui dan bekerja keras agar umat Islam dapat bersatu di bawah satu Amir. Memang inilah tujuan dari Jama’ah yang ingin menegakkan Al Qur’an dan Sunnah mereka akan berjuang untuk menyatukan Muslim di bawah satu Jama’ah dibawah kepemimpinan satu Amir/Imam.
Tanziim Al Islami juga menerima Al Qur’an dan memiliki visi untuk menerapkan Al Qur’an sebagai satu-satunya sumber panduan dalam Islam. Mungkin tidak ada ulama saat ini di dunia Islam yang dapat menyaingi pengabdian Dr. Israr Ahmad, Amir Tanziim Al Islam, kepada masyarakat.
Masalah Baiy’ah dan implikasi jika tidak ada Baiy’ah
Marilah kita mencoba untuk menelaah pentingnya Baiy’ah bagi mereka yang memiliki keinginan untuk memberikan kesetiaan mereka kepada hanya satu Amir, dalam mengatur masalah umat. Mereka memiliki legitimasi untuk itu dan kita harus memberikan tanggapan yang sesuai. Tanggapan kita terhadap mereka tercermin dari prediksi Nabi (SAW) mengenai timbulnya perpecahan di dunia Islam dalam Hadist mengenai 73 golongan (firaq) dimana hanya ada satu golongan yang memiliki panduan yang benar/jalan yang lurus. Perpecahan itu sudah terjadi di dalam Umat dan nampaknya akan bertambah buruk. Oleh karena bukanlah hal bijak bahkan menjadi hal yang bodoh, untuk saat ini kita mengupayakan Umat untuk dapat bersatu di bawah satu bendera.
Nasehat kami kepada mereka adalah janganlah menunggu apa yang tidak akan terjadi pada di masa hidup mereka, dalam rangka untuk mewujudkan bagian Sunnah yang paling penting ini, yaitu untuk bergabung dengan Jama’ah yang otentik yang dipimpin oleh satu Amir yang memiliki legitimasi kekuasaan yang sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah.
Muslim lain menyatakan bahwa mereka telah melakukan perihal ini dengan memberikan kesetiaan mereka kepada seorang Sheikh Sufi. Hal ini hanya akan menjadi benar jika Sheikh Sufi tersebut berjuang tidak hanya dengan latihan moral dan spiritual serta pengembangan spiritual Jama’ahnya namun juga berjuang dalam memimpin Jama’ahnya untuk mendirikan kembali Khilafah dan kemenangan Diin terhadap cara hidup yang lain. Hal ini jarang ditemukan. Sedangkan Sheikh Sufi semacam ini dahulu pernah ada yaitu Muhiyudin Abdul Qadir Al Jaelani (RAA). [Contoh di Indonesia adalah Sheikh Siti Jenar yang melawan komplotan Wali Songo yang bekerja untuk Monarki Demak Bintoro]. Di bawah kepemimpinan Sheikh Abdul Qadir Jaelani, yang berjihad dengan cara revolusioner dan patut dipertimbangkan. Golongan Sufi ini memiliki pengetahuan yang maju daripada dunia Islam saat ini, terutama mengenai Riba. Buku terbaru dari Umar Ibrahim Vadilo yang berjudul ‘The Return of Gold Dinar’ atau ‘Kembalinya Emas Dinar’ wajib dibaca mereka yang hendak memerangi Riba. Mereka juga memberikan perjuangan yang sengit dalam mengembalikan Khilafah. Buku dari Sheikh Abdul Qadir Jaelani as Sufi, yang berjudul ‘Kembalinya Khilafah’ adalah buktinya.
Apa harga yang harus dibayar Muslim jika mereka gagal memenuhi panggilan dalam membentuk Satu Jama’ah dan Satu Amir? Apa yang harus Muslim bayar, di jaman ini, jika mereka gagal mengucapkan kesetiaan melalui “mendengarkan dan mentaati?”
Yang pertama, kita telah melanggar perintah Allah di dalam Al Qur’an:
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah RasulNya, dan mereka yang diberikan kekuasaan di antara kamu! –Al Nisa 4:59
Sumpah setia (Baiy’ah) adalah instrument yang meletakkan Muslim dalam bagian ketiga dari ayat di atas, yakni, “taatilah mereka yang diberikan kekuasaan di antara kalian.” Saat ini tidak ada orang-orang yang diberikan kekuasaan yang sesuai dengan ayat di atas. Sehingga Muslim pada saat ini memiliki kewajiban untuk menegakkan kekuasaan itu dan untuk tunduk pada kekuasaan itu.
Yang kedua, bukti-bukti membuktikan bahwa kita saat ini hidup di jaman ‘fitan’ yang diprediksi oleh Nabi (SAW) akan adanya kejahatan besar dimana mayoritas umat manusia akan direduksi dalam ketidakberkeTuhanan. Jaman Al Fitan telah menjadi kenyataan. Dalam Hadist Qudsi yang diceritakan oleh Abu Said Khudri (RAA) dan termasuk dalam Shahih Al Bukhari (RA), kita diberitahu bahwa 999 dari 1000 Muslim dalam jaman Al Fitan akan masuk ke neraka. Apa yang harus kita lakukan di jaman ini agar tidak masuk ke Jahannam, untuk menjaga iman dan mendapatkan Jannah? Apakah Nabi (SAW) memberitahu kita mengenai perihal ini? Jika iya, maka apa nasehat beliau? Jawaban dapat ditemukan di dalam Hadist Shahih Al Bukhari dimana Nabi (SAW) menjawab beberapa pertanyaan dari sahabat beliau yaitu Hudhaifah (RAA):
hadith of Sahih Bukhari in which the Prophet (SAW) responded to questions
Hudhaifah Ibn Al – (RAA) mengatakan : Orang-orang biasanya menanyakan kepada Rasulullah (SAW ) mengenai hal-hal yang baik tapi aku biasa bertanya kepadanya tentang hal yang bathil supaya aku dapat mengantisipasi keburukan (di masa depan).
Jadi aku berkata : Ya Rasulullah, kami telah tinggal dalam ketidaktahuan dan keadaan yang (sangat) buruk (jahiliyyah), dan Allah membawa kami kebaikan ini (yaitu,Islam) ; apakah akan ada kebathilan (jahiliyyah) setelah kebaikan ini (yaitu,Islam)?
Dia berkata: Ya .
Aku berkata : Apakah akan ada kebaikan setelah kebathilan itu?
Dia menjawab : Ya, tapi itu akan tersamar (yaitu , tidak murni ).
Aku bertanya : Apa yang akan menjadi nodanya ?
Dia menjawab : (Akan ada) beberapa orang yang akan membimbing ummat (tetapi) tidak sesuai dengan bimbingan saya. Kalian (ummat) akan menyetujui beberapa perbuatan mereka (ulama) dan menyetujui beberapa (perbuatan) orang lain (Yahudi & Nasrani).
Aku bertanya : Apakah akan ada kebathilan apapun setelah kebaikan itu?
Dia menjawab : Ya, (akan ada) beberapa orang (ulama) yang memanggil orang lain (ummat) di gerbang Jahannam di mana mereka akan mengusir orang-orang yang menanggapi (melawan) mereka.
Aku bertanya Allah Rasulullah (SAW) untuk menggambarkan mereka kepada kami dan dia berkata : Mereka akan dari orang-orang kita sendiri dan akan berbicara seperti kita (dakwah).
Aku bertanya apa perintahNya (Nabi) kepada saya jika itu hal itu terjadi pada waktu saya dan dia menjawab : Anda harus mematuhi Jama’ah (yaitu, komunitas Muslim yang diselenggarakan sebagai Jama’ah) dan Imam (yaitu, Ameer atau pemimpin Jama’ah yang kewenangannya dibentuk melalui tindakan Baiy’ah) .
Aku berkata : jika tidak ada Jama’ah atau Imam?
Dia berkata : Kemudian berpalinglah dari semua Firaq (yaitu, kelompok/golongan/organisasi/partai Muslim sesat yang telah gagal untuk membentuk diri mereka sebagai Jama’ah dengan Ameer / Imam yang kewenangannya dibentuk melalui tindakan Baiy’ah ) bahkan jika kamu harus makan akar pohon sampai kematian menyusul kamu saat kamu berada di negara itu. .
(Bukhari dan Muslim)
Hadist ini menjelaskan bahwa keselamatan di dalam jaman Al Fitan terletak pada usaha Muslim untuk mendirikan Jama’ah yang otentik dengan Imam yang otentik.
Yang ketiga, ada beberapa Hadist dari Nabi (SAW) yang menyatakan jika Muslim meninggal dalam keadaan tanpa Jama’ah, atau maut tanpa Baiy’ah, atau tanpa Imam, dst., maka dia mati dalam keadaan Jahiliyyah. Mayoritas Muslim saat ini hidup tanpa Jama’ah. Mereka tidak memiliki Imam/Amir untuk melaksanakan kewajiban religius mereka. Dan mereka tidak memberikan sumpah setia mereka kepada Amir/Imam. Hadist-hadist berikut memperingatkan mereka akan kematian Jahiliyyah yang menunggu mereka ketika ajal telah tiba:
Umar (RAA) mengatakan bahwa Nabi (SAW) mengatakan:
Jadilah dalam satu Jamaah dan hindarilah firqah (Muslim sesat yang gagal/acuh mendirikan Jama’ah sebagai Jama’ah yang otentik) karena setan itu suka seseorang yang sendirian (tidak berjama’ah) dan jauh dari orang yang berdua (dan membentuk Jama’ah). Barangsiapa yang menginginkan harumnya surga harus membentuk Jamaah. (Tirmidhi)
Ibnu Umar (RAA) menyatakan bahwa Rasulullah (SAW) berkata: Perlindungan Allah hanya kepada Jama’ah. Barangsiapa yang keluar dari Jama’ah, akan dimasukkan ke dalam neraka. (Tirmidhi)
Umar (RAA) mengatakan: Tidak ada Islam tanpa Jama’ah; dan tidak ada Jama’ah tanpa kewajiban mendengarkan; dan tidak ada mendengarkan tanpa kewajiban untuk mentaati (Mishkat). Abu Daud menambahkan: tidak ada Jama’ah tanpa adanya Amir.
Harith Al-Ash’ari (RAA) mengatakan bahwa Rasul Allah (SAW) mengatakan: Saya perintahkan kepada kalian untuk melakukan 5 hal: dirikan Jama’ah,mendengar, mematuhi, Hijrah dan Jihad di jalan Allah. Barang siapa yang meninggalkan Jama’ah walaupun hanya sejengkal, telah melepaskan perlindungan Islam dari lehernya, kecuali jika dia kembali lagi (ke Jama’ah). Dan barang siapa yang menyerukan panggilan Jahiliyyah, seperti debu Jahannam. Walaupun jika dia puasa dan shalah dan oleh karena itu menganggap dirinya beriman (dia tetap akan masuk neraka. (Ahmad Tirmidhi)
Abdulah Ibnu Umar (RAA) mengatakan bahwa Rasul Allah (SAW) berkata: Barangsiapa yang melarang sumpah setia dia akan bertemu Allah di Hari Qiyamat tanpa bukti (bahwa dia beriman); dan barangsiapa mati tanpa Baiy’ah di lehernya, telah mati dengan status Jahiliyyah. (Muslim)
Ibn Umar (RAA) menyatakan bahwa Rasul Allah (SAW) berkata; Barangsiapa mati dan terlepas dari Jama’ah, maka matinya adalah mati Jahiliyyah. (Hilli, Tabarani)
Banyak orang yang mendapati Hadist-hadist ini untuk pertama kalinya, dan karena kaget, maka mereka meragukannya. Banyak lagi yang akan menyatakan bahwa Hadist-hadist ini tidaklah otentik, karena jika iya, maka banyak Muslim yang akan membicarakannya. Konsekuensinya kita tidak akan menyaksikan kehancuran total Islam pada saat ini dan ditinggalkannya Baiy’ah dan Kilafah.
Tanggapan kita terhadap penolakan ini adalah, pertama, mengingatkan Muslim bahwa pelarangan riba di dalam Islam telah menggunakan bahasa yang paling keras, baik di dalam Al Quran maupun Hadist, namun demikian mayoritas Muslim pada saat ini sangatlah acuh mengenai riba, dan lebih buruk lagi, dalam keadaan laten dalam melanggar perintah suci Allah (SWT).
Yang kedua, otentisitas dan pentingnya Hadist-hadist tersebut di atas terlihat dari dikutipnya Hadist Shahih Muslim oleh Shaikh-ul-Azhar (yaitu Kepala Universitas Al Azhar) yang mewakili seluruh ulama-ulama dari Al Azhar dan juga dari Mesir sebagai tanggapan pembekuan institusi Kilafah oleh Musthapa Kamal di Turki setelah jatuhnya Kilafah Ottoman.
… dan barangsiapa mati tanpa Baiy’ah di lehernya, telah mati dengan status Jahiliyyah.. (Muslim)
Konggres Nasional Turki mengumumkan pembekuan Kilafah pada Tanggal 3 Maret 1924. Deklarasi dari Al Azhar keluar tiga minggu kemudian. Deklarasi ini adalah tanggapan Dunia Islam terhadap pembekuan Kilafah oleh Turki. Bahwa Hadist di atas telah dikutip pada saat yang penting ini membuktikan otentisitas dan kebenaran Hadist tersebut.
Marilah kita fokus pada mereka yang telah beragumen bahwa Baiy’ah harus diberikan kepada Imam/Amir namun mereka berpandangan bahwa hal itu hanya dapat dilakukan pada saat Kilafah dari seluruh Ummat didirikan kembali. Penjelasan apa yang bisa kita berikan kepada mereka untuk meyakinkan mereka kemustahilan mendirikan Kilafah sejak Tahun 1024.
*Imran N. Hosein – 08 Dhul-Qi’dah 1427