
Persaingan antara kedua kubu ini bukanlah sebuah fenomena baru, melainkan telah berlangsung selama berabad-abad, dan menjadi sangat terlihat ketika Kekristenan Barat meluncurkan perang salib atau perang suci untuk mengambil alih Yerusalem dari kekuasaan Muslim. Tentara salib melancarkan serangan ke Konstantinopel, yang merupakan ibu kota suci Kristen Ortodoks, dan berhasil menaklukkannya dalam perang salib keempat. Mereka menguasainya dalam beberapa dekade sebelum kaum Kristen Ortodoks berhasil mengalahkan mereka dan membebaskan kota suci kaum Kristen Ortodoks yang tiada lain adalah konstantinopel. Tingkat penolakan Kekristenan Barat, dan kepahitan melawan Barat itu di dalam hati orang-orang Kristen Ortodoks paling terlihat secara dramatis ketika Konstantinopel dikepung oleh Kekaisaran Ottoman yang disebut Kekaisaran Islam dan dalam bahaya mematikan jatuh ke tangan kaum Muslim. Kaum Kristen Ortodoks berbalik dengan putus asa ke Barat untuk meminta bantuan. Vatikan menanggapi dengan syarat untuk intervensi militer Barat yang dapat menyelamatkan Konstantinopel. Syaratnya adalah mereka harus menyerahkan iman Kristen Ortodoks mereka dan bergabung dengan Barat secara agama. Tanggapan dunia Kristen Ortodoks masih tetap sampai hari ini ditulis dengan emas: Lebih baik sorban Muslim daripada topi Kardinal! Kristen Ortodoks memilih untuk menerima kekalahan di tangan Kekaisaran Ottoman daripada menghindari kekalahan tersebut dengan menerima persyaratan yang ditawarkan oleh Kekristenan Barat untuk campur tangan secara militer dalam membantu dunia Kristen Ortodoks.
Ada cukup banyak bukti bahwa Kekristenan Barat bekerja sama dan berkolaborasi dengan Kekaisaran Ottoman dalam persaingan mereka dengan dunia Kristen Ortodoks. Tidak hanya Kekaisaran Ottoman menaklukkan Konstantinopel dan merampas ibukota kaum Kristen Ortodoks, tetapi juga, untuk menambah garam ke luka, Kekaisaran Ottoman merebut Katedral terbesar dari dunia Kristen Ortodoks, Hagia Sophia, dan dengan fasiknya mengubahnya menjadi Masjid yang secara nyata melanggar kewajiban yang sangat jelas yang diberlakukan dalam Al-Qur’an yang mengharuskan umat Islam untuk melindungi rumah-rumah Ibadah agama lain. Ottoman mengobarkan perang tanpa akhir melawan orang Kristen Ortodoks sampai mereka berhasil mengambil kendali Crimea dan merampas kekuatan militer Rusia dari keberadaannya di Laut Hitam.
Tidak hanya kaum Kristen Ortodoks Russia yang telah diserang oleh Barat yang bekerjasama dengan Kekaisaran Ottoman, namun juga pro Barat Tsar yang memerintah Russia pada waktu itu melakukan segala cara yang mereka bisa lakukan untuk menjadikan Russia menjauh dari keyakinan dan ajaran Kristen Ortodoks dan beralih ke keyakinan Barat. Mereka juga dengan sengaja menjadikan kaum Muslim sebagai sasaran saat meluncurkan perang besar dalam ekspansi kekaisarannya. Perlawanan kaum Muslim yang gagah berani terhadap imperialisme Rusia Tsar itu masih tetap ada dalam ingatan orang-orang Muslim yang menjadi sasaran penindasan Rusia Tsar yang biadab, dan membantu menyemangati sampai hari ini, api kebencian terhadap Rusia.
Kaum muslim sepertinya tidak pernah menyadari dan memahami bahwa kaum Kristen Ortodoks Rusia tidak seharusnya disalahkan atas dosa-dosa Tsar yang dipasang di atas Rusia pada saat itu oleh musuh terbesar Rusia yaitu Barat. Semua itu karena orang-orang Tsar berusaha untuk menanamkan kepentingan Kekristenan Barat daripada Kristen Ortodoks Rusia, bahwasanya mereka digelar oleh Barat sebagai The Great Czard (Tsar yang Besar). Yang paling mencolok dari semua keluarga Tsar tersebut adalah antara lain Peter the Great dan Catherine the Great!
Ketika Kristen Ortodoks Rusia berhasil mengalahkan Ottoman dan berhasil merebut kembali kendali atas Krimea, Kristen Barat kemudian mengobarkan Perang Krimea pada tahun 1852-1855 dan berhasil merebut kontrol militer Rusia atas Krimea, dan kehadiran militer Rusia di laut Hitam. Kemenangan kaum Kristen Barat yang merampas kehadiran militer Rusia di Krimea itu berumur pendek. Karena Rusia berhasil hanya dalam beberapa tahun dalam menjungkirbalikkan laranan yang diberlakukan oleh Barat sebagai akibat kemenangan mereka dalam perang Krimea
Keberhasilan paling spektakuler yang pernah dicapai Barat dalam serangannya yang berabad-abad lamanya terhadap Rusia, dan secara impilikasinya, dunia Kristen Ortodoks, adalah Revolusi Bolshevik yang berhasil pada tahun 1917 yang membawa perubahan rezim di Rusia yang menggantikan kekuasaan Tsar Nicolas yang berkomitmen untuk melestarikan dan memajukan keimanan kaum Kristen, dengan negara Komunis Ateis yang tidak hanya menghancurkan pasar bebas dan adil di dunia Kristen Ortodoks, tetapi juga mengobarkan perang tanpa balas kasihan terhadap keyakinan dan keimanan Kristen Ordotoks dan Gereja-gerejanya. Bahkan setelah Jerman menyerah dan Perang Dunia II berakhir, Barat mengijinkan Uni Soviet untuk melanjutkan perang sampai dapat mengambil kendali militer dari bagian dunia Kristen Ortokods yang belum pernah bisa ditaklukkan.
Hal ini tentu bukan sebuah kebetulan belaka dimana Uni Soviet juga mengambil Krimea dari Rusia pada tahun 1954 dan menyerahkannya (di tengah malam) kepada Ukraina. Melainkan ini merupakan kelanjutan dari perang tanpa akhir yang berabad-abad lamanya di Barat terhadap kaum Kristen Ortodoks Rusia. Ketika Rusia kembali berhasil merebut Krimea pada awal tahun 2014 sebagai bagian dari wilayahnya, dan memulihkan kehadiran militernya di atas laut hitam, implikasinya adalah bahwa perang Kristen Barat terhadap Kristen Ortodoks sekali lagi akan menjadi tidak terlelakkan. Perang inilah yang menjadi pokok bahasan dari esai ini (Al-Qur’an, Perang Besar, dan Dunia Barat).
Perang Besar yang akan datang akan dilancarkan terhadap Rusia dan dengan implikasinya tentu saja kepada dunia Kristen Ortodoks, merupakan bagian dari profil militer dan agama yang saling bermusuhan yang telah berlangsung dalam Kekristenan Barat sejak Roma berpisah dari Konstantinopel lebih dari seribu tahun yang lalu. Namun, Perang Besar yang akan datang ini berbeda dari perang-perang sebelumnya, tanpa diragukan lagi, sebuah perang terbesar di sepanjang sejarah ketamadunan manusia. Hal ini juga dikhawatirkan akan menjadi perang yang terakhir, dimana senjata nuklir yang akan digunakan, serta berbagai bentuk senjata pemusnah massal lainnya, yang memiliki potensi untuk menghancrkan kedua belah pihak yang sedang berperang. Presiden Rusia saat ini, Vladimir Putin, telah berkali-kali memperingatkan kaum Kristen Barat dengan kata-kata yang tidak menyenangkan ini:
“Jangan pernah main main dengan Nuklir Rusia!.”
Karena itu kami menyadari tanpa keraguan bahwa Rusia tidak akan pernah ragu untuk menanggapi semua bentuk serangan militer Kristen Barat terhadap Rusia atau sekutu Rusia, seperti Suriah dengan respon nuklir; hal ini tentu saja akan terjadi meski Rusia tahu bahwa perang Nuklir akan menghancurkan kedua belah pihak dalam perang itu sendiri.
Bahkan Rusia tidak akan memiliki opsi lain selain menanggapi dengan senjata nuklir untuk serangan yang diluncurkan oleh Kristen Barat. Hal ini karena hampir dipastikan bahwa strategi Kristen Barat adalah akan berusaha melumpuhkan Rusia dengan serangan besar pertama (pre-emptive strike) saat menggunakan sejumlah besar senjata nuklir. Kami telah mengantisipasi bahwa Rusia tentu saja akan siap untuk menerima serang pertama itu dan akan menanggapi dengan respon nuklir besar-besaran bahkan sebelum bom nuklir Barat dapat mencapai wilayah dan pangkalan militer Rusia.
Perang Besar yang akan datang inilah yang akan menjadi perang yang paling unik dalam sejarah militer dunia. Dalam konteks inilah kita beralih kepada Nabi Muhammad (صلي الله عليه و سلم) yang telah menubuatkan bahwa justru perang yang sedemikian unik itu akan terjadi.